Revitalisasi Nilai Pancasila di Era Mileneal
Jaman
saya sekolah dulu, dari SD hingga kuliah mendapat “siraman kebangsaan” yang
berjudul Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Program
yang digulirkan oleh rezim Orde baru dibawah payung BP7 ini setiap tahun
dilaksanakan untuk siswa baru di sekolah. Gnerasi yang masa pendidikan
sekolahnya antara 1980-an hingga awal 1990-an masih sempat merasakan penanaman
doktrin Pancasila. Apalagi waktu itu ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
selama 2 jam setiap minggu di setiap kelas. Bisa dikatakan, dulu tak ada orang
yang tak hafal Pancasila, atau ada anekdot yang mengatakan hanya orang aneh
yang tak hafal Pancasila. Selain Penataran
P4 untuk siswa baru, juga ada cerdas cermat P4 di layar kaca dan Forum Negara
Pancasila di corong RRI. Pemerintah pun secara masif menggerakan penanaman Pancasila
hingga ke desa-desa.
Namun Era Reformasi 1998, telah
mengubah paradigma bangsa. Ditambah globalisasi yang mencengkeram dunia. Semua
paham yang ada di belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah oleh anak
bangsa melalui saluran internet. Tak ada sekat lagi antar bangsa. Akibatnya
paham-paham luar yang berbau liberal, radikal dan yang tak sesuai dengan nilai
Pancasila masuk ke setiap dinding rumah masyarakat yang tanpa sekat.
Nilai-nilai karakter Pancasila yang ditanamkan
pada generasi jaman old dan menjadi filter bagi pengaruh ideolog lain sudah tak
ada lagi. Harapan penanaman karakter bangsa kini hanya bertumpu pada pendidikan
PKN di sekolah. Namun tumpuan tersebut terlalu lemah untuk menggembleng
karakter bangsa yang berjiwa Pancasila. Faktanya paham dan ideologi luar ternyata
mampu mempengaruhi karakter anak muda ditengah terpinggirkannya Pancasila.
Kini, jika ditanya
tentang bunyi sila-sila dalam Pancasila, tidak semua orang hafal. Bahkan sebuah
cletukan megatakan anak-anak jaman now lebih hafal mars lagu sebuah partai
politik tertentu ketimbang 5 sila Pancasila. Sesuatu yang sangat ironis.
Apalagi masih banyak orang yang salah menyampaikan isi Pancasila. Untuk
mengamalkan nilai Pancasila tentu kita harus hafal dulu isinya, harus
menghayati maknanya dan mengerti kandungan nilanya baru mengamalkannya.
Dekadensi Pancasila
Disadari atau tidak, ideologi Pancasila mulai tergerus terutama di
kalangan generasi mileneal. Sejak bergulirnya era reformasi 1999, maka
Pancasila kehilangan arah. Hampir semua orang tahu apa itu Pancasila, tetapi
tidak semua tahu apa saja nilai-nilai di dalamnya. Apalagi pengamalannya, jauh
panggang dari api.
Jujur dengan derasnya
arus globalisasi tahun 2000an, generasi muda lebih terpengaruh paham luar yang masuk ke
bumi pertiwi ketimbang nilai-nilai Pancasila, yang dianggap terlalu tua. Ada 3
alasan kenapa Pancasila tidak diminati oleh anak muda?
Pertama, sejak era reformasi, Pancasila dianggap sebagai simbol era
Orde Baru yang ikut dikubur bersama
dengan tumbangnya rezim Suharto. Terbukti dengan dicabutnya Tap MPR mengenai
Pancasila sebagai satu-satunya azas serta dibubarkannya BP7. Sehingga stigma Pancasila
menjadi tercoreng atas ‘dosa-dosa’ rezim Orde Baru yang penuh dengan nuansa
KKN. Disamping itu pola-pola doktrinir yang dilakukan oleh BP7 dalam
pelaksanaan sosialisasi Pancasila dalam penataran P4 tidak sesuai dengan nuansa
jaman. Apalagi terjadinya inkonsistensi para pemimpin saat itu dimana di satu
sisi ingin menerapkan Pancasila secara murni dan konsekuen namun disisi lain
melanggar Pancasila dengan perilaku yang menyimpang misalnya korupsi dan
sebagainya.
Kedua, Kurangnya kepedulian pemerintah era Reformasi. Dari
pemerintahan Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY hingga sekarang Jokowi
belum ada terobosan berarti untuk menggalakkan lagi nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlihat para pemimpin masih gamang dan
canggung untuk mengambil langkah strategis untuk mengintensifkan penanaman
nilai Pancasila. Mereka masih trauma dengan akibat masa kelam orde Baru yang
menjerumuskan Pancasila hingga ke dasarnya.
Ketiga, masuknya idelogi luar. Paham dari luar lebih menggoda dan
menggiurkan generasi muda daripada paham miliknya sendiri. Istilah kata, rumput
tetangga terlihat lebih hijau. Apalagi akses media yang terbuka lebar termasuk
media sosial sehingga anak muda dapat mengamati perkembangan ideologi
yang ada di dunia. Dan mereka akan memilih sesuatu yang lebih menguntungkan
bagi dirinya. Nuansa jaman era Reformasi ditambah derasnya arus globalisasi
membuat generasi muda semakin kritis dalam bersikap. Paradigma lama yang
dianggap kuno dan tidak relevan akan tersingkirkan dengan pemikiran baru yang
lebih kreatif dan modern.
Perubahan Perilaku Generasi Mileneal
Perilaku yang saat ini mengental pada diri pemuda mileneal adalah
minimnya daya juang karena semua fasilitas sudah disediakan oleh perkembangan
teknologi. Semua informasi bisa didapatkan secara gratis melalui situs-situs
online. Bahkan kemudahan itu semakin menyederhanakan pola hidup generasi
milenela pada standar yang lebih praktis, mudah dan hemat.
Dalam cara bersosial
media pun, generasi mileneal sudah masuk pada pemahaman-pemahaman yang diyakini
menurutnya benar dalam berpolitik dan berbudaya. Bahkan pengaruh ideologi luar
yang tidak cocok dengan ideologi bangsa juga mendapat tempat di hati generasi.
Budaya selfie, pamer, menyebarkan berita, share atau viral dilakukan secara
jamak. Terkadang berita itu belum tentu kebenarannya, tapi karena memiliki
pemahaman yang sama maka tetap diviralkan yang akhirnya berujung hoax.
Perubahan perilaku ini akan membentuk mental generasi muda ke depan jika kelak
mereka menjadi pemimpin bangsa atau duduk di posisi strategis di pemerintahan.
Pada generasi mileneal,
perkembangan situasi nasional cukup memprihatinkan dengan banyaknya
permasalahan yang muncul secara bergantian di seluruh sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dampak demokratisasi yang tidak
terkendali dan tidak didasari dengan pemahaman nilai-nilai Pancasila telah
memunculkan sikap individualistis yang sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai
Pancasila yang lebih mementingkan keseimbangan, kerjasama, saling menghormati,
kesamaan, dan kesederajatan dalam hubungan manusia dengan manusia.
Revitalisasi Pancasila
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir karena kemajemukan dan
perbedaan yang dipersatukan oleh kesadaran kolektif untuk hidup sebagai bangsa
yang merdeka dan berdaulat. Perjuangan panjang bangsa untuk bersatu, diwarnai
oleh kepahitan dan perjuangan fisik yang panjang dari generasi pendahulu bangsa
untuk merdeka. Bukan merupakan hal yang mudah bagi para pendiri negara
(founding fathers) menyepakati Pancasila, yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai luhur bangsa, dan menetapkannyasebagai dasar negara.
Sebagai Dasar Negara,
Pancasila merupakan ideologi, pandangan dan falsafah hidup yang harus
dipedomani bangsa indonesia dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi
kemerdekaan. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya merupakan
nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa dan memiliki nilai dasar yang
diakui secara universal.
Namun, kini apa yang
telah diperjuangkan para pendiri dan pendahulu bangsa tengah menghadapi batu
ujian keberlangsungannya. Globalisasi dan euphoria reformasi yang sarat dengan
semangat perubahan, telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak
generasi penerus bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan. Beberapa
hal yang perlu dilakukan untuk menyadarkan nilai Pancasila pada generasi muda
yakni:
1. Pancasila bukan Produk Orde Baru
Pancaila lahir dari inisiatif para pendiri bangsa pada 1 Juni 1-45,
sedangkan Orde Baru berkuasa pada tahun 1966. Jelas Pancasila bukan produk Orde
Baru. Kehadiran Orde baru dengan jargon
mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen justru menjadi bumerang. Karena
Pancasila sebagai nilai luhur bangsa, telah disalahgunakan oleh rezim Orde Baru
yang justru malah melanggar Pancasila dengan praktek Korupis, Kolusi dan
Nepotismenya.
2. Pendirian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BP-PIP).
Kehadiran BP-PIP pada masa Presiden Jokowi merupakan
sebuah terobosan untuk membentuk sebuah lembaga yang fokus mengelola pembinaan ideologi
Pancasila. BP-PIP berbeda dengan BP7 jaman orde Baru, karena jejaring BP7
tersebar hingga ke tingkat kabupaten. Sedangkan BP-PIP hanya bertugas menggodok
konsep yang akan dijalankan oleh berbagai lembaga. BP-PIP tidak mengambil
kewenangan lembaga-lembaga yang sudah ada tapi justru memberi arah agar program
Pancasila dan wawasan kebangsaan yang sudah dijalankan tidak overlapping, tidak
hanya di permukaan tapi lebih sistematis dan terstruktur.
3. Masuknya Ideologi Luar
Perlunya pemahaman kepada generasi mileneal bahwa ideologi Pancasila
adalah ideologi yang terbaik dan tepat diterapkan di bumi nusantara yang
heterogen. Ideologi di luar yang kelihatannya
menarik belum tentu cocok diterapkan di Indonesia karena faktor latar belakang budaya
dan keberagaman yang berbeda. Ideologi Pancasila adalah ideologi yang
menyatukan kebhinnekaan bangsa. Pancasila sebagai pemersatu kemajemukan bangsa.
Pancasila merupakan ideologi
yang cocok bagi bangsa Indonesia. Dalam sila pertama, Ketuhanan telah menjawab
permasalahan keyakinan bangsa Indonesia terhadap yang Maha Pencipta. Pada
dasarnya semua bangsa di dunia, memiliki latar belakang sejarah, budaya dan
peradaban yang dijiwai oleh nilai-nilai moral keagamaan (theisme-religious) maupun
nilai nonreligious (sekular, atheisme). Intinya, setiap bangsa senantiasa
menegakkan nilai-nilai peradabannya dengan dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh
nilai-nilai religious atau non-religious. Demikian pula halnya dengan bangsa
Indonesia yang majemuk dan multikultur, telah hidup dengan hidup keagamaan yang
kuat sebagai landasan moral dalam kehidupan ketaanegaraannya.
Selanjutnya, sila kedua
Pancasila, merupakan bentuk kesadaran bahwa bangsa Indonesia sejak dulu telah
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sesuai budaya bangsa yang
beragam. Dalam budaya bangsa, manusia senantiasa ditempatkan dan diperlakukan
sesuai dengan kodrat sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai seni budaya bangsa yang mengagungkan manusia sesuai dengan kultur dan
budaya yang beragam.
Menyadari keragaman dan
pluralitas yang dimiliki bangsa dan belajar dari pengalaman masa penjajahan,
maka sila ketiga, persatuan bangsa Indonesia menjadi pedoman hidup bangsa
Indonesia yang majemuk. Justru dengan kemajemukan yang dimiliki, bangsa
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat banyak di dunia. Prinsip
persatuan indonesia bukan berarti menghilangkan eksistensi, ciri dan identitas
masing-masing suku bangsa. Eksistensi, ciri dan identitas masing-masing suku
bangsa tetap terpelihara dan terjaga keberadaannya.
Sila keempat sebagai
bentuk kesadaran dan pengejawantahan prinsip-prinsip kehidupan kelembagaan yang
didasarkan pada perilaku kehidupan gotong-royong yang telah mengakar dalam
kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu. Sifat kegotongroyongan dan musyawarah
mufakat telah menjadi pilar kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat secara
turun temurun. Mengingat tantangan
sebagai bangsa yang majemuk dan pentingnya persatuan bangsa, maka
prinsip-prinsip kelembagaan yang didasarkan pada musyawarah untuk mufakat
merupakan tuntunan bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan
kelembagaan negara yang menentukan masa depan bangsa yang berkeadilan. Dengan
demikian prinsip-prinsip sila kelima, keadilan merupakan kristalisasi keinginan
dan cita-cita bangsa untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Komitmen Generasi Muda
Bukan suatu hal bagi generasi penerus untuk mempertahankan komitmen para pendiri
bangsa dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dinamika perkembangan
lingkungan strategis, baik global, regional maupun nasional setiap jaman dan
era kepemimpinan, sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya pola pikir, pola sikap
dan pola tindak generasi penerus dalam menyikapi berbagai permasalahan mendasar
yang dihadapi bangsa.
Generasi muda adalah
generasi terbaik bangsa, yang harus mampu berprestasi mengharumkan nama
Indonesia di kancah nasional atau bahkan internasional. Pemuda harus mengisi
waktunya dengan terus berkarya sebagai bentuk bahwa Indonesia adalah negara
yang kuat dan berdaya. Generasi muda harus mampu menciptakan produk asli Indonesia
dalam segala bidang sehingga tidak ada barang impor di negeri ini. Gerakan beli
produk beli barang produksi Indonesia menjadi alternatif mengatasi krisis
karena membuat bangsa menjadi kuat dan mandiri sehingga tidak bergantung dari
impor, dimana akan memakai mata uang asing.
Tantangan terbesar
generasi penerus saat ini adalah kemajuan teknologi informasi yang sangat
cepat. Kemajuan teknologi informasi telah merubah hubungan antar negara dan
pola hubungan antar manusia. Kehadiran internet dan teknologi komunikasi ikutan
lainnya, memungkinkan manusia berhubungan dan berkomunikasi setiap saat dan
tanpa batas. al ini dapat memberikan kontribusi positif bagi proses pembangunan
dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun disisi lain, teknologi
informasi dapat digunakan sebagai sarana melemahkan ketahanan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan suatu negara.
Semua dampak euphoria
reformasi yang kita hadapi saat ini, perlu disikapi oleh segenap komponen
bangsa melalui pemahaman yang benar, utuh dan menyeluruh dalam konteks semangat
persatuan dan kesatuan bangsa. Semangat tersebut merupakan kata kunci dari
aktualisasi dan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila yang harus terus
ditumbuh kembangkan oleh generasi penerus.
Seluruh komponen bangsa
harus mampu menyikapi berbagai permasalahan, perbedaan dan kemajemukan dengan
berpedoman pada empat pilar wawasan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri
bangsa. Seluruh anak bangsa harus proaktif untuk menciptakan, membina,
mengembangkan dan memantapkan persatuan dankesatuan bangsa yang kerap
menghadapi potensi perpecahan. Generasi penerus harus mampu menghidupkan
kembali sikap dan budaya gotong royong, silahturahmi dan musyawarah untuk
mufakat yang hakikinya merupakan ciri bangsa Indonesia sejak dulu. Pemuda harus mampu mempelopori untuk memahami,
menghayati dan mengimplementasikan nilai – nilai Kehidupan berbangsa dan
bernegara sebagai daya tangkal terhadap berbagai potensi yang mengancam
keutuhan NKRI.
####