Selasa, 30 Mei 2017

Tanda-Tanda Puasa itu Ketika Rumah Makan pakai Gordin (Stand up Religi)

Pemerintah setiap tahun selalu bingung menetapkan Awal Puasa. Padahal tanda-tanda puasa di Indonesia itu sudah di depan mata. Tanda-tanda puasa itu adalah jika muncul, iklan sirup di Tv, pedagang petasan dan warteg atau rumah makan itu artinya awal puasa. Jadi sebenarnya pemerintah nggak usah bingung, keluarin biaya gede2 buat lihat Hilal, cukup bayar orang lihat warteg sudah pakai gordin belum?

Puasa itu Berat iya berat kalilah karena hadiahnya Besar yakni Surga. Kalau ringan hadiahnya payung atau  jam dinding. Puasa itu godaannya besar lihat kanebo digulung kayak kue dadar, lihat pencuci piring kayak sirup, lihat tabus gas kecil kayak lihat kelapa muda, lihat mantan kayak lihat setan. Ya Tuhan jauhkan kami dari godaan ketan yang tertutup.

Selengkapnya lihat Video stand up Religi 









Senin, 29 Mei 2017

Pancasila Riwayatmu Kini , “Disayang Kurang, Dibuang Jangan”

“Disayang Kurang, Dibuang Jangan”


Pada 1 Juni 2015, Pancasila sebagai Dasat Negara di bumi Indonesia telah berusia 70 tahun. Namun ironisnya semakin bertambah usia, tapi dari tahun-ke tahun nilai-nilai Pancasila semakin meredup seiring dinamika jaman.  Trauma masa Orde Baru membuat pemerintah saat ini merasa gamang untuk menyuarakan Pancasila lebih lantang. Akhirnya Pancasila pun menghadapi dilema : kurang disayang, tapi tak boleh ditinggalkan.
Setiap 1 Juni bangsa Indonesia memperingati hari Kelahiran Pancasila. Meski terjadi silang pendapat mengenai persisnya hari lahirnya Pancasila namun setidaknya 1 Juni bisa menjadi momentum bersejarah karena pada saat itu para tokoh pendiri bangsa memaparkan gagasan mengenai dasar Negara. Pada 1 Juni 1945, bung Karno menyampaikan idenya mengenai konsep Pancasila di depan sidang BPUPKI. Dan pada 18 Agustus 1945, Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar Negara oleh sidang PPKI..
Namun di era kekinian, nilai-nilai dasar Pancasila sudah mulai luntur dan hampir dilupakan. Arus globalisasi yang merubah paradigma ikut meredupkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila kini secara pelan –pelan mulai dikubur di bumi kelahirannya. Penanaman nilai Pancasila hanya mengharapkan dari mata Pelajaran PKn. Pancasila hanya ngetrend pada momen ternetu yakni Hari Lhir dan upacara bendera memperingati hari besar Nasional. Pancasila hanya sekadar hafalan yang tanpa makna dan pengamalan.
Padahal Pancasila digali dari nilai lihur, budaya dan kepribadian bangsa yang diharapkan tidak lekang oleh waktu. Nilai-nilai warisan nenek moyang yang seharusnya menjadi spirit generasi muda. Nilai nilai pemersatu bangsa yang berasal dari aneka ragam suku, bahsa dan agama. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila masih sebagai  Dasar Negara yang terbaik . Sehingga menjadi kewajiban Negara dan rakyat untuk kembali mengusung panji-panji Pancasila dan mengamalkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.

 https://www.youtube.com/watch?v=5pg-TqVA-Ck

Sekilas berdirinya Pancasila
Pada tahun 1945, ditandai dengan kekalahan Jepang dalam perang melawan Sekutu di kawasan Asia Pasifik, pemerintah Jepang memberikan janji kemerdekaan di wilayah pendudukannya, antara lain di Indonesia untuk mencegah terjadinya pemberontakan.
Untuk menanggapi kebijakan Jepang tersebut, maka dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Badan penyelidik ini beranggotakan 58 orang dan terbagi dalam beberapa seksi serta satu panitia hukum dasar. Panitia hukum dasar beranggotakan 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dalam perkembangannya berubah nama menjadi Panitia Undang-Undang Dasar. Dari Panitia Undang-Undang Dasar ini, dibentuk panitia kecil perancang Undang-undang Dasar yang dipimpin oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo.
BPUPKI melaksanakan dua kali sidang resmi. Yang pertama pada tanggal 28 Mei sampai 1 Juni 1945 untuk membahas dasar negara, dab sidang kedua pada tanggal 10-17 Juni 1945 bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan dan sebagainya. Sidang pertama BPUPKI membicarakan dasar negara pada tanggal 29 Mei, yang menampilkan pembicara antara lain; Muhammad Yamin, Prof Dr Soepomo, Ir Soekarno dan Ki Bagus Hadi Kusumo

Minggu, 28 Mei 2017

Hidupkan kembali Penataran Pancasila di Sekolah

Jaman saya sekolah dulu, dari SD hingga kuliah mendapat “siraman kebangsaan” yang berjudul Penataran P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila). Program yang digulirkan oleh rezim Orde baru dibawah payung BP7 ini setiap tahun dilaksanakan untuk siswa baru. Jadi generasi yang pendidikan sekolahnya masa 1980-an hingga awal 1990-an masih merasakan penanaman doktrin Pancasila.
Sekarang jaman sudah berubah. BP7 sudah dibubarkan dan tak ada lagi lembaga yang secara masif mensosialiasikan pancasila di sekolah. Pancasila kini hanya diberikan dalam bentuk mata Pelajaran PKn (Pancasila dan kewarganegaraan) yang durasinya 2 jam seminggu. Tak ada lagi Penataran P4 untuk siswa baru, tak ada cerdas cermat P4 di layar kaca dan tak ada lagi Forum Negara Pancasila di corong RRI.
Era Reformasi telah mengubah paradigma bangsa. Ditambah globalisasi yang mencengkeram dunia. Semua paham yang ada di belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah oleh anak bangsa melalui saluran internet. Tak ada sekat lagi antar bangsa. Akibatnya paham-paham luar yang berbau liberal, radikal dan yang tak sesuai dengan nilai Pancasila masuk ke setiap dinding rumah semua masyarakat.
Nilai-nilai karakter Pancasila yang dulu ditanamkan dan menjadi filter sudah tak ada lagi. Harapan penanaman karakter bangsa kini hanya bertumpu pada pendidikan PKN di sekolah dan orang tua di rumah. Namun dua tumpuan tersebut terlalu lemah untuk menggembleng karakter bangsa yang berjiwa Pancasila. Faktanya paham dan ideologi luar mampu mempengaruhi karakter anak muda ditengah terpinggirkannya pancasila.
Kini setelah Pancasila terkubur di bumi kelahirannya, carut marut karakter bangsa mulai kentara. Budaya kekerasan berbau sara dan radikalisme menyeruak menjadi tontonan sehari-hari di layar kaca. Seolah Pancasila sebuah dasar Negara yang tanpa makna. Pancasila hanya pandangan hidup yang tanpa arah dan pancasila menjadi pondasi bangsa yang terkubur dalam-dalam.
Sedikit demi sedikit bangsa ini mulai tersadar bahwa identitas dirinya telah hilang.  Pemerintah pun mulai mengakui bahwa karakter Pancasila yang dulu didengungkan bung Karno sudah luntur ditelan jaman. Maka gerakan revolusi mental, bela Negara dan sebagainya ingin ditegakkan untuk membentuk jati diri bangsa yang sebenarnya. Rakyat pun mulai terbangun dari tidurnya, untuk menemukan kembali nilai bangsa yang luhur yang digali dari budaya masyarakat.


Jakarta, 18 November 2015



Dudun Hamdalah

Inilah Ciri Calon Penghuni Surga

Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Ucapan Rasulullah SAW ini serta-merta membuat riuh para sahabat yang tengah berada di masjid. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan sang penghuni surga itu. 

Apakah dia salah satu sahabat yang paling rajin shalatnya atau yang paling rajin puasanya? Atau, yang paling banyak sedekahnya atau mungkin yang tak pernah absen dalam jihad?

Tak lama, para sahabat pun melihat seorang laki-laki Anshar dengan wajah basah. Air wudhu menetes dari janggutnya. Tangannya menjinjing sepasang sandal jepit. Tak ada yang spesial secara fisik. 

Para sahabat pun bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga. Tentu saja itu derajat tinggi yang sangat diinginkan setiap Muslim, apalagi para sahabat Rasul. Mereka semua menginginkan jaminan surga.

Keesokan hari belum terjawab rasa penasaran para sahabat, Rasulullah kembali mengucapkan hal sama. “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Mereka pun kembali riuh bertanya-tanya, siapa lagi yang dipastikan merasakan nikmat Allah yang kekal

Namun, justru laki-laki dengan wajah basah wudhu dan membawa sandal itu lagi yang muncul. Para sahabat semakin bertanya-tanya, namun tak ada satu pun yang berani bertanya pada Rasulullah.

Hingga ketiga kalinya, Rasulullah mengucapkan hal yang sama. Namun, tetap saja yang muncul laki-laki tadi. Para sahabat pun yakin laki-laki itulah calon penghuni surga.
Tapi, tak satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik rahmat Allah memasukkan laki-laki itu dalam golongan yang selamat pada hari akhir. 

Namun, mereka tetap merasa tak enak hati jika menanyakannya hal itu kepada Rasulullah. Tinggallah para sahabat terus dirundung keingintahuan. Salah satu sahabat yang amat penasaran, yakni Abdullah bin Amr bin Ash, memilih inisiatif untuk mencari tahu sendiri.

Hari ketiga setelah Rasulullah mengucapkan hal yang sama, Abdullah bin Amr bin Ash bermaksud mengikuti si laki-laki penghuni surga. Ia pun membuntutinya hingga tiba di rumah laki-laki itu. 

Abdullah berpikir bagaimana cara agar ia dapat mengetahui amalan apa yang mengantarkan pria itu meraih keistimewaan sebagai penghuni surga.
Ia pun kemudian menyapa pria tersebut dan bermaksud meminta izin untuk menginap di rumahnya. Abdullah bermaksud tinggal di sana agar dapat mengetahui amalan si penghuni surga.

Aku telah bertengkar dengan ayahku, kemudian aku bersumpah untuk tidak mendatanginya selama tiga hari. Jika boleh, aku ingin tinggal bersamamu selama tiga hari,” ujar Abdullah kepada laki-laki itu. 

Si penghuni surga tersebut dengan senang hati menyambut Abdullah. “Tentu, silakan,” ujarnya gembira. Maka, tinggallah Ibnu Amr di rumah calon penghuni surga itu selama tiga hari.

Selama tinggal di sana, Abdullah mengamati setiap ibadah dan amalan yang dilakukan si calon penghuni surga. Hari pertama, Abdullah tak menemukan adanya amalan spesial dari laki-laki itu. Hari kedua, ibadahnya masih sama, tak ada yang istimewa. 

Hingga hari terakhir, Abdullah tak juga menemukan ibadah yang luar biasa dari si laki-laki yang berhasil meraih keutamaan surga tersebut.

Abdullah hanya melihat ibadah si laki-laki yang biasa,  hanya menjalankan ibadah wajib saja. Di sepertiga malam, pria itu tak pernah bangun shalat Tahajud.
Meski Abdullah bin Amr selalu mendengar laki-laki itu berzikir dan bertakbir acap kali terjaga dari tidur, pria itu baru bangun saat waktu shalat subuh tiba. 

Luput dari shalat malam, pria penghuni surga itu pun tak menjalankan puasa sunnah. Namun, Abdullah juga tak pernah mendengar pria itu berbicara, kecuali ucapan yang baik.

Tiga hari terlewat tanpa menemukan jawaban apa pun. Bahkan, hampir saja Abdullah  meremehkan amalan si penghuni surga jika tak mendapat jawaban sebelum pamit. 

Ketika izin pulang setelah menginap tiga hari, Abdullah mengakui maksudnya untuk mencari keutamaan amalan si laki-laki itu hingga beruntung menjadi salah satu penghuni surga Allah yang dipenuhi segala kenikmatan.

Kepada pria itu Abdullah berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanyanya.

Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah ibn Amr. 

Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Mendengarnya perkataan tersebut, takjublah Abdullah bin Amr bin Ash. Ia yakin sifat tak pernah iri, dengki, dan hasad membuat pria itu masuk surga. 

Sabtu, 27 Mei 2017

Berikan Harta yang Terbaik untuk Alloh

Suatu ketika pada abag ke 9 H atau tahun 630 Masehi, Rasulullah mengumpulkan para sahabat di Madinah untuk menghadapi kerajaan Romawi. Yang merupakan kerajaan terbesar pada saat itu. Diperkirakan ada 100 ribu pasukan Romawi yang akan bergerak menuju Tabuk, yakni daerah yang jaraknya sekitar 800 km dari madinah dan berbatasan dengan Israel. Daerah itu kini menjadi wilayah kerajaan arab Saudi. Maka dinamakan perang Tabuk.
Namun pada saat itu kondisi kas umat muslim sedang menipis, dan sebagian wilayah Jazirah Arab sedang dilanda kelaparan. Maka Nabi Muhammad Saw mengumpulkan para sahabat di madinah untuk persiapan menghadapi perang yang cukup besar ini. Kala itu umat Muslim berjumlah 70 ribu orang siap berperang menuju Tabuk. Ini merupakan jumlah pasukan terbanyak. Namun kondisi keuangan yang menipis dan jarak ke Tabuk cukup jauh yakni memakan waktu 20 hari perjalanan, maka rasulullah meminta derma kepada kaum muslimin.
Akhirnya kaum muslimin berbondong-bondong mengumpulkan sumbangan. Para donatur tidak hanya orang-orang kaya bahkan banyak dari kaum fakir. Ada yang menyumbang kurma, ada juga gandum atau apa saja yang adA di rumahnya,  bahkan karena saking miskinnya ada sahabat sebuta saja Hamba Alloh dalam kurung si A menyumbang syal atau selendang karena iulah harta berharga yang ia punya.

Bagaimana dengan sahabat? Sahabat yang paling kaya, Ustman bin Affan menyumbang 150 000 dinar atau sekitar Rp, 300 miliar, lalu Abdulrahman bin Auf menyumbang  800 dirham lalu Umar Ra menyumbang separih dari hartanya. Kemudian giliran terakhir Abu Bakar ditanya berapa yang akan kamu sumbang wahai Abu Bakar? Umar waktu itu yakin bahwa sumbangannya akan lebih banyak dari Abu Bakar.
Abau Bakar menjawab” Seluruh harta yang saya miliki ya rasulullah” nabu swa bertanya apa yang akan kamu gunakan untuk membiayai keluargamu wahai bau Bakar? Jawab Abu Bakar’ sata masih mempunyai Alloh dan Rasulnya. Lalu Umar dalam hati mengatakan’ Abu Bakar memang tidak ada tandingannya..”
Jamaah yang dimuliakan
Apa yanf dilakukan sahabat Abu bakar adalah cermin, keyakinan bahwa Alloh yang akan mencukupi kebutuhan dan rezeki sehingga berani menyedekahkan semua hartanya. Keyakinan ini yang belum dimiliki oleh banyak orang, karena mereka merasa cemas, jika hartanya habis untuk sedekah.
Padahal rasullullah meng bahwa sedekah itu ibarat pohon yang mempunyai 7 cabang dan setiap caang mempunyai 100 ranting artinya sedekah itu akan diganjar dengan 700 kali lipat. Apalagi sekarang dibulan Puasa setiap kebaikan akan doganjar 10 kali lipat. Sehingga setiap sedekah akan diganjar 7000 kali lipat. Pahala ini bisa diberikan Alloh baik di dunia maupun dia akehrat atau kedua-duanya.
Dudun hamdalah
Materi Kultum 28 Mei 2017


Kamis, 25 Mei 2017

Ibadah Puasa sebagai Pancaran Nilai Pancasila

 

Pemerintah akan menetapkan awal puasa 1 Ramadan 1438 H malam hari ini. Sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, umat Islam di Indonesia menyambut dengan suka ria. Puasa sebagai salah satu ibadah wajib umat Islam merupakan pancaran nilai pada sila pertama Pancasila.
Sejak tahun 2015, dua ormas terbesar di Indonesia yakni Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah memulai puasa ada hari yang sama. Meski pun berbeda dalam cara menetapkan 1 Ramadan, namun patut disyukuri karena mayoritas muslim di Indonesia melaksanakan puasa pada hari yang sama. Hal ini merupakan bentuk ukhuwah islamiyah untuk menjaga persatuan umat dan kesatuan bangsa.
Bulan Ramadhan 1436 Hjriah telah tiba. Tentu saja ini sebuah kesempatan istimewa, karena bukan saja bilangan umur kita kian bertambah, tapi juga belaian kasih Ar-Rahmaan akan menghampiri kita lagi. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan rahmat dan keberkahan.
Bangsa Indonesia yang 80% lebih menganut agama Islam akan dengan suka cita menyambut bulan yang penuh hikmah itu. Puasa merupakan perintah dalam rukun Islam ke 4 yang wajib hukumnya bagi kaum muslim. Dengan puasa berarti meningkatkan ketakwaan umat kepada sang Khalik. Puasa memiliki makna alam dimensi horizontal sebagai pengabdian kepada Tuhan dan dimensi vertical untuk menyelami kehidupan untuk berbagi pada sesama.
Di Indonesia gebyar Ramadhan sudah terasa jauh hari sebelum puasa tiba. Tentu puasa sebagai bentuk pelaksanaan ajaran agama sangat sesuai dengan Pancasila. Sesuai dengan sila pertama Pancasila, ibadah bulan Ramadhan merupakan salah satu amalan seorang muslim yang selaras. Pancasila dan UUD 1945 memerintahkan agar setiap pemeluk agama memegang teguh agama dan melaksanakan sesuai dengan ajarannya. Peningkatan keimanan melalui Puasa Ramadhan merupakan cermin  seorang pribadi yang bermoral Pancasila .
Nilai Puasa
Puasa seyogyanya mampu memupuk rasa solidaritas dan empati kita kepada masyarakat yang tidak punya atau tak berkecukupan. Bagi mereka rasa lapar yang muncul pada bulan Ramadan ini adalah merupakan keseharian yang mereka hadapi dalam 11 bulan sebelumnya. Karena hidup mereka memang berada pada garis kemiskinan atau bahkan dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian, penderitaan yang dirasakan bersama mestinya melahirkan kekuatan untuk bersatu bagi bangsa ini, bukan nafsu memperkaya pundi-pundi pribadi apa pun dan bagaimanapun caranya.
Bukankah sejarah sudah menunjukkan solidaritas untuk bangkit dan maju telah membuat bangsa ini keluar dari ketertindasan? Solidaritas pula yang membuat perbedaan suku dan agama kala itu terajut menjadi anyaman yang justru indah. Karena itu, alangkah malangnya bangsa yang religius ini jika kesempatan untuk merefleksi diri lewat Ramadan itu menguap begitu saja. Kalau selepas puasa kali ini pun kita masih belum naik derajat ke hidup yang baik, boleh jadi puasa yang kita jalani memang hanya menghasilkan haus dan lapar sebagaimana dikhawatirkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Untuk itu, mari kita membumikan ajaran dan hikmah apa yang terkandung dibalik perintah dari ibadah puasa ini untuk kita terapkan pada 11 bulan-bulan berikutnya. Training 1 bulan penuh ini, diharapkan bisa membekali kita untuk melangkah jauh ke depan serta menghiasi jejak langkah perilaku kita dalam menuju perubahan yang nyata.  Karena pada dasarnya, puasa bukan hanya untuk menahan lapar dan dahaga di siang hari.  Tapi diharapkan kita menjadi manusia yang bertaqwa yang terwujud dalam kehidupan kita sehari-hari. Tanpa ada perubahan yang nyata dalam diri kita, maka puasa nyaris tak bermakna dan tidak berbekas. Semoga. 
( Dudun Parwanto dari berbagai sumber)

 


 

Jumat, 12 Mei 2017

Wajah Islam dalam kelima di dalam Pancasila


Inilah wajagh Islam yang tercantum dalam setiap sila dalam Pancasila. 

Relasi Agama dan Nilai-nilai Pancasila
Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:
Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan semua makhluk (hablun minan nas).
Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah seorang  muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.
Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam.  (Endang Saifuddin, 1981: 41-44)
Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.
Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri tercinta Indonesia.
Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan  /perwakilan
Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)

Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”, artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah lupa selain membangun Raga (Infrastrukur) juga harus membangun Jiwa (Karakter) Bangsa



Jaman saya sekolah dulu, dari SD hingga kuliah mendapat “siraman kebangsaan” yang berjudul Penataran P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila). Program yang digulirkan oleh rezim Orde baru dibawah payung BP7 ini setiap tahun dilaksanakan untuk siswa baru. Jadi generasi yang pendidikan sekolahnya masa 1980-an hingga awal 1990-an masih merasakan penanaman doktrin Pancasila.
Sekarang jaman sudah berubah. BP7 sudah dibubarkan dan tak ada lagi lembaga yang secara masif mensosialiasikan pancasila di sekolah. Pancasila kini hanya diberikan dalam bentuk mata Pelajaran PKn (Pancasila dan kewarganegaraan) yang durasinya 2 jam seminggu. Tak ada lagi Penataran P4 untuk siswa baru, tak ada cerdas cermat P4 di layar kaca dan tak ada lagi Forum Negara Pancasila di corong RRI.
Era Reformasi telah mengubah paradigma bangsa. Ditambah globalisasi yang mencengkeram dunia. Semua paham yang ada di belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah oleh anak bangsa melalui saluran internet. Tak ada sekat lagi antar bangsa. Akibatnya paham-paham luar yang berbau liberal, radikal dan yang tak sesuai dengan nilai Pancasila masuk ke setiap dinding rumah semua masyarakat.
Nilai-nilai karakter Pancasila yang dulu ditanamkan dan menjadi filter sudah tak ada lagi. Harapan penanaman karakter bangsa kini hanya bertumpu pada pendidikan PKN di sekolah dan orang tua di rumah. Namun dua tumpuan tersebut terlalu lemah untuk menggembleng karakter bangsa yang berjiwa Pancasila. Faktanya paham dan ideologi luar mampu mempengaruhi karakter anak muda ditengah terpinggirkannya pancasila.
Kini setelah Pancasila terkubur di bumi kelahirannya, carut marut karakter bangsa mulai kentara. Budaya kekerasan berbau sara dan radikalisme menyeruak menjadi tontonan sehari-hari di layar kaca. Seolah Pancasila sebuah dasar Negara yang tanpa makna. Pancasila hanya pandangan hidup yang tanpa arah dan pancasila menjadi pondasi bangsa yang terkubur dalam-dalam.
Sedikit demi sedikit bangsa ini mulai tersadar bahwa identitas dirinya telah hilang.  Pemerintah pun mulai mengakui bahwa karakter Pancasila yang dulu didengungkan bung Karno sudah luntur ditelan jaman. Maka gerakan revolusi mental, bela Negara dan sebagainya ingin ditegakkan untuk membentuk jati diri bangsa yang sebenarnya. Rakyat pun mulai terbangun dari tidurnya, untuk menemukan kembali nilai bangsa yang luhur yang digali dari budaya masyarakat.
 Buku “Membangkitkan Pancasila dari “kuburanny”  ini adalah sebuah refleksi betapa pancasila masih diperlukan kehadirannya di bumi nusantara. Maka pemerintah dan rakyat harus bahu membahu membangkitkan kembali jati diri bangsa yang telah terpendam. Buku ini merupakan kumpulan artikel tentang Pancasila dan nilai-nilainya yang selama ini saya tulis untuk web Pusaka.Indonesia.org.
Semoga kehadiran buku ini membuka cakrawala berpikir kita lebih luas dalam memahami Pancasila, tak hanya sekadar sebagai dasar Negara namun juga nilai-nilai ke-Indonesia-annya dalam membentuk karakter bangsa yang luhur dan mulia.


Pancasila dan Gerakan Islam Radikal




Akhir-akhir ini banyak gerakan yang muncul dan membawa nama Islam di tanah air. Islam seringkali dikaitkan dengan aksi-aksi teror yang melanda beberapa wilayah di tanah air. Selain itu terjadinya aksi massa dengan latar belakang agama yang bahkan berujung dengan kekerasan yang justru malah menyimpang dari ajaran agama. Gerakan itu lahir antara lain sebagai reaksi atas ketidakadilan, ketimpangan dan penindasan umat Islam yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Pada peralihan abad ke 21 ini kemungkinan berkembangnya fundalisme Islam relatif besar akibat kebijakan Amerika Serikat yang kurang adil terhadap ekonomi dan politik di Timur Tengah. Amerika Serikat tetap menganakemaskan Israel yang menjadi musuh bebuyutan negara-negara Islam. Kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang ingin menguasai minyak di Timur Tengah dari hulu sampai hilir menimbulkan reaksi dari beberapa penguasa Arab sehingga memunculkan gerakan Alqaeda.
Kebijakan Amerika Serikat di Irak, menimbulkan reaksi di negara Islam lainnya sehingga terjadi perubahan besar politik di negara tersebut , antara lain kemenangan Partai Hamas di Palestina dan munculnya kembali pemerintahan yang fundamental di Iran. Berbagai konflik yang terjadi di negara Islam,memunculkan pandangan kaum fundamentalis bahwa Amerika Serikatlah sebagai penyebabnya. Semua kebijakan Amerika di Irak, palestina, Afganistasn dan negara Islam di dunia telah menempatkan Amerika Serikat sebagai musuh bersama bagi kaum fundamental.
Islam fundamental merupakan reaksi terhadap sekulerisme, liberalisme dan muncul sebagai gerakan “kembali ke fundamen agama”. Karena Gerakan ini lahir akibat arus modernisasi, maka dapat dikatakan bahwa fundamentalisme adalah anak dari modernisasi itu sendiri. Hasrat teokrasi lahir dari konfrontasi atas modernitas dengan cara-cara modern.
Tesis di negara Barat mengatakan bahwa fundamentalisme lahir dari ketidakmampuannya untuk menanggapi krisis-krisis yang ditimbulkan oleh modernisasi. Namun, perlu ditambahkan bahwa ketidakmampuan itu mendapat sumbangan dari beban sejarah kolonialisme atas negara-negara Islam dan dari ketimpangan global yang menghasilkan konflik utara- selatan dewasa ini. Melalui sikap anti liberal dan antiBarat, Islamisme dapat dilihat sebagai bentuk fanatisme, puritanisme dan ekslusime yang terkandung di dalam dogma yang praktisme menjadikan Islamisme sebagai ajaran baru ditengah kemajemukan di dalam Islam sendiri.
Fundamentalisme Islam merupakan sebuah ideologi yang berusaha untuk menetapkan kembali agama Islam sebagai sistem politik dalam dunia modern. Islam menjadi suatu sistem organik total yang bersaing secara komprehensif dengan jangkauan ideologi serta sistem negara lain.
 
Pancasila Mengadopsi Islam
Jika dikaitkan dengan Pancasila, sejak awal persiapan kemerdekaan, para pendiri bangsa yang mengusulkan dasar negara tidak setuju jika negara Indonesia berdasar pada satu agama tertentu. Meskipun Islam dianut sekitar 90 % penduduk negeri ini, namun mereka lebih mewadahi kemajemukan kedalam satu kebangsaan sebagai alat pemersatu negara. Namun demikian nilai-nilai dasar dari Pancasila juga merujuk pada ajaran agama Islam. Misalnya Ketuhanan yang Maha Esa, mengadopsi dari surat Al Ikhlas ayat 1 yang artinya “Katakanlah bahwa Tuhan itu satu.”
Selain itu, kepentingan umat Islam dapat disalurkan melalui penerapan pada sila keempat tentang mufakat, musyawarah dan perwakilan. Dalam sila ke empat ini, umat Islam dan umat beragama lainnya dapat menyalurkan aspirasi kepentingannya untuk dimusyawarahkan dan dimufakatkan. Sehingga Pancasila berusaha mengadopsi nilai-nilai yang ada dalam Islam di satu sisi, namun disisi lain tidak memberikan ruang bagi munculnya gerakan fundamentalis yang berorientasi untuk merubah dasar negara. (DP)