Jaman saya sekolah dulu, dari SD hingga
kuliah mendapat “siraman kebangsaan” yang berjudul Penataran P4 (pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila). Program yang digulirkan oleh rezim Orde
baru dibawah payung BP7 ini setiap tahun dilaksanakan untuk siswa baru. Jadi
generasi yang pendidikan sekolahnya masa 1980-an hingga awal 1990-an masih
merasakan penanaman doktrin Pancasila.
Sekarang jaman sudah berubah. BP7 sudah
dibubarkan dan tak ada lagi lembaga yang secara masif mensosialiasikan
pancasila di sekolah. Pancasila kini hanya diberikan dalam bentuk mata
Pelajaran PKn (Pancasila dan kewarganegaraan) yang durasinya 2 jam seminggu.
Tak ada lagi Penataran P4 untuk siswa baru, tak ada cerdas cermat P4 di layar
kaca dan tak ada lagi Forum Negara Pancasila di corong RRI.
Era Reformasi telah mengubah paradigma
bangsa. Ditambah globalisasi yang mencengkeram dunia. Semua paham yang ada di
belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah oleh anak bangsa melalui
saluran internet. Tak ada sekat lagi antar bangsa. Akibatnya paham-paham luar
yang berbau liberal, radikal dan yang tak sesuai dengan nilai Pancasila masuk ke
setiap dinding rumah semua masyarakat.
Nilai-nilai karakter Pancasila yang dulu
ditanamkan dan menjadi filter sudah tak ada lagi. Harapan penanaman karakter
bangsa kini hanya bertumpu pada pendidikan PKN di sekolah dan orang tua di
rumah. Namun dua tumpuan tersebut terlalu lemah untuk menggembleng karakter
bangsa yang berjiwa Pancasila. Faktanya paham dan ideologi luar mampu
mempengaruhi karakter anak muda ditengah terpinggirkannya pancasila.
Kini setelah Pancasila terkubur di bumi
kelahirannya, carut marut karakter bangsa mulai kentara. Budaya kekerasan
berbau sara dan radikalisme menyeruak menjadi tontonan sehari-hari di layar
kaca. Seolah Pancasila sebuah dasar Negara yang tanpa makna. Pancasila hanya
pandangan hidup yang tanpa arah dan pancasila menjadi pondasi bangsa yang
terkubur dalam-dalam.
Sedikit demi sedikit bangsa ini mulai
tersadar bahwa identitas dirinya telah hilang. Pemerintah pun mulai mengakui bahwa karakter
Pancasila yang dulu didengungkan bung Karno sudah luntur ditelan jaman. Maka
gerakan revolusi mental, bela Negara dan sebagainya ingin ditegakkan untuk
membentuk jati diri bangsa yang sebenarnya. Rakyat pun mulai terbangun dari
tidurnya, untuk menemukan kembali nilai bangsa yang luhur yang digali dari
budaya masyarakat.
Jakarta, 18 November 2015
Dudun Hamdalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar