Minggu, 28 Mei 2017

Hidupkan kembali Penataran Pancasila di Sekolah

Jaman saya sekolah dulu, dari SD hingga kuliah mendapat “siraman kebangsaan” yang berjudul Penataran P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila). Program yang digulirkan oleh rezim Orde baru dibawah payung BP7 ini setiap tahun dilaksanakan untuk siswa baru. Jadi generasi yang pendidikan sekolahnya masa 1980-an hingga awal 1990-an masih merasakan penanaman doktrin Pancasila.
Sekarang jaman sudah berubah. BP7 sudah dibubarkan dan tak ada lagi lembaga yang secara masif mensosialiasikan pancasila di sekolah. Pancasila kini hanya diberikan dalam bentuk mata Pelajaran PKn (Pancasila dan kewarganegaraan) yang durasinya 2 jam seminggu. Tak ada lagi Penataran P4 untuk siswa baru, tak ada cerdas cermat P4 di layar kaca dan tak ada lagi Forum Negara Pancasila di corong RRI.
Era Reformasi telah mengubah paradigma bangsa. Ditambah globalisasi yang mencengkeram dunia. Semua paham yang ada di belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah oleh anak bangsa melalui saluran internet. Tak ada sekat lagi antar bangsa. Akibatnya paham-paham luar yang berbau liberal, radikal dan yang tak sesuai dengan nilai Pancasila masuk ke setiap dinding rumah semua masyarakat.
Nilai-nilai karakter Pancasila yang dulu ditanamkan dan menjadi filter sudah tak ada lagi. Harapan penanaman karakter bangsa kini hanya bertumpu pada pendidikan PKN di sekolah dan orang tua di rumah. Namun dua tumpuan tersebut terlalu lemah untuk menggembleng karakter bangsa yang berjiwa Pancasila. Faktanya paham dan ideologi luar mampu mempengaruhi karakter anak muda ditengah terpinggirkannya pancasila.
Kini setelah Pancasila terkubur di bumi kelahirannya, carut marut karakter bangsa mulai kentara. Budaya kekerasan berbau sara dan radikalisme menyeruak menjadi tontonan sehari-hari di layar kaca. Seolah Pancasila sebuah dasar Negara yang tanpa makna. Pancasila hanya pandangan hidup yang tanpa arah dan pancasila menjadi pondasi bangsa yang terkubur dalam-dalam.
Sedikit demi sedikit bangsa ini mulai tersadar bahwa identitas dirinya telah hilang.  Pemerintah pun mulai mengakui bahwa karakter Pancasila yang dulu didengungkan bung Karno sudah luntur ditelan jaman. Maka gerakan revolusi mental, bela Negara dan sebagainya ingin ditegakkan untuk membentuk jati diri bangsa yang sebenarnya. Rakyat pun mulai terbangun dari tidurnya, untuk menemukan kembali nilai bangsa yang luhur yang digali dari budaya masyarakat.


Jakarta, 18 November 2015



Dudun Hamdalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar