“Disayang Kurang, Dibuang
Jangan”
Pada 1 Juni
2015, Pancasila sebagai Dasat Negara di bumi Indonesia telah berusia 70 tahun.
Namun ironisnya semakin bertambah usia, tapi dari tahun-ke tahun nilai-nilai
Pancasila semakin meredup seiring dinamika jaman. Trauma masa Orde Baru
membuat pemerintah saat ini merasa gamang untuk menyuarakan Pancasila lebih
lantang. Akhirnya Pancasila pun menghadapi dilema : kurang disayang, tapi tak
boleh ditinggalkan.
Setiap 1
Juni bangsa Indonesia memperingati hari Kelahiran Pancasila. Meski terjadi
silang pendapat mengenai persisnya hari lahirnya Pancasila namun setidaknya 1
Juni bisa menjadi momentum bersejarah karena pada saat itu para tokoh pendiri
bangsa memaparkan gagasan mengenai dasar Negara. Pada 1 Juni 1945, bung Karno
menyampaikan idenya mengenai konsep Pancasila di depan sidang BPUPKI. Dan pada
18 Agustus 1945, Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar Negara oleh
sidang PPKI..
Namun di era
kekinian, nilai-nilai dasar Pancasila sudah mulai luntur dan hampir dilupakan.
Arus globalisasi yang merubah paradigma ikut meredupkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila kini secara
pelan –pelan mulai dikubur di bumi kelahirannya. Penanaman nilai Pancasila
hanya mengharapkan dari mata Pelajaran PKn. Pancasila hanya ngetrend pada momen
ternetu yakni Hari Lhir dan upacara bendera memperingati hari besar Nasional.
Pancasila hanya sekadar hafalan yang tanpa makna dan pengamalan.
Padahal
Pancasila digali dari nilai lihur, budaya dan kepribadian bangsa yang
diharapkan tidak lekang oleh waktu. Nilai-nilai warisan nenek moyang yang seharusnya
menjadi spirit generasi muda. Nilai nilai pemersatu bangsa yang berasal dari
aneka ragam suku, bahsa dan agama. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila masih
sebagai Dasar Negara yang terbaik . Sehingga menjadi kewajiban Negara dan
rakyat untuk kembali mengusung panji-panji Pancasila dan mengamalkan
nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
Sekilas
berdirinya Pancasila
Pada tahun
1945, ditandai dengan kekalahan Jepang dalam perang melawan Sekutu di kawasan
Asia Pasifik, pemerintah Jepang memberikan janji kemerdekaan di wilayah
pendudukannya, antara lain di Indonesia untuk mencegah terjadinya
pemberontakan.
Untuk
menanggapi kebijakan Jepang tersebut, maka dibentuklah Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat. Badan penyelidik ini beranggotakan 58 orang dan
terbagi dalam beberapa seksi serta satu panitia hukum dasar. Panitia hukum
dasar beranggotakan 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dalam
perkembangannya berubah nama menjadi Panitia Undang-Undang Dasar. Dari Panitia
Undang-Undang Dasar ini, dibentuk panitia kecil perancang Undang-undang Dasar
yang dipimpin oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo.
BPUPKI melaksanakan dua kali sidang resmi. Yang
pertama pada tanggal 28 Mei sampai 1 Juni 1945 untuk membahas dasar negara, dab
sidang kedua pada tanggal 10-17 Juni 1945 bentuk negara, wilayah negara,
kewarganegaraan dan sebagainya. Sidang pertama BPUPKI membicarakan dasar negara
pada tanggal 29 Mei, yang menampilkan pembicara antara lain; Muhammad Yamin,
Prof Dr Soepomo, Ir Soekarno dan Ki Bagus Hadi Kusumo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar