BACKGROUND STORY
Menjadi
Lurah tak pernah ada dalam bayangan Kamingsun. Sebagai anak perantau dari Jawa,
lulusan SMA pula, Kamingsun awalnya menjadi pegawai honorer di kelurahan Tanah
Kosong, pinggiran Jakarta. Itu pun diajak kakaknya Jarwoto yang jadi sekretaris
lurah di Tanah Tinggi, sebelahan sama Tanah Kosong. Jarwoto menitipkan
Kamingsun pada Dolalah , sekretaris lurah karena kebetulan di Tanah Kosong ada
lowongan honorer kelurahan. Tugasnya apa saja, kadang ngetik, nganter surat,
moto copi dan sebagainya. Pokoknya srabutanlah dan siapapun bisa menyuruh
Kamingsun layaknya “pembantu”.
Cita-cita
Kamingsun nggak muluk-muluk. Ia ingin agar hidupnya lebih baik dari orang
tuanya yang hanya sebagai sopir becak di Solo. Itu saja. Maka selepas SMA,
Kamingsun ikut kakaknya merantau ke Jakarta. Untuk merubah nasib, maka ia
memaksakan diri kuliah pada malam hari. Dengan berdarah-darah, akhirnya Kamingsun
menuntaskan kuliahnya selama 5 tahun. Pada saat yang sama ada penerimaan CPNS
di Pemprov DKI dan beruntung Gubernur DKI membuat kebijakan memprioritaskan
sarjana yang sudah pernah mengabdi sebagai pegawai honorer untuk diterima
sebagai PNS. Namun Kamingsun pertama kali diterima malah jadi pegawai rendahan
yakni menjadi petugas TU atau Tata Usaha di Balaikota.
Tiga tahun
menjadi TU dengan gelar sarjana kesannya agak gimana gitu. Tapi Kamingsun yang
polos menjalaninya dengan ikhlas. Suatu ketika Kamingsun menemukan uang Rp 100
juta bantuan Gubernur yang tertinggal di kantor. Malang tak dapat ditolak,
Untung tak dapat diraih. Setelah kejadian itu viral di media sosial, Gubernur pun
memanggilnya. Gubernur heran karena Kamingsun ternyata seorang sarjana. Diapun
meminta Kamingsun ikut seleksi jadi Lurah. Akhirnya Kamingsun lolos seleksi.
Tapi karena dia tidak punya pengalaman yang cukup, maka Kamingsun ditempatkan di kelurahan dengan grade paling
bawah di Jakarta yakni Tanah Kosong. Kamingsun kaget karena itulah tempat
dimana dia pernah sebagai tenaga honorer.
Jamak dalam
masyarakat ada Pomeo tak orang ada yang mau jadi lurah di Tanah Kosong, kecuali
kepepet. Tanah Kosong adalah kelurahan paling “horror” di pinggir Jakarta. Selain
pemakaman yang disinyalir banyak hantu, juga Rawan pembegalan, Café malam, dan banyak
pengangguran, karena warganya rata-rata orang gusuran yang malas. Para pemuda
tempatan memilih menjadi ojek pangkalan, tukang parkir, dan preman pasar karena
mereka merasa sebagai yang punya wilayah. Sementara pemuda pendatang menjadi pemulung,
tukang gali kuburan dan ojek online. Nah
ojek pangkalan dan ojek online ini sering bentrok. Tawuran massal juga sering
terjadi antara kampung orang tempatan Kebon Kosong dan kampung pendatang di
Rawa Ompong karena masalah sepele.
Kehadiran
Kamingsun sebagai lurah di Tanah Kosong mendapat sambutan yang kurang ramah
dari aparat kelurahan. Mereka tak percaya, Kamingsun yang 3 tahun lalu masih
lugu dan mereka suruh-suruh tiba-tiba menjadi Pimpinan kelurahan yang akan
menyuruh mereka. Apalagi Kamingsun tahu persis permainan yang ada di kelurahan
itu. Mereka tidak takut pada Kamingsun, tapi takut kalau perbuatan mereka
dilaporkan Kamingsun ke Gubernur. Mereka menyambut kehadiran Kamingsun dengan
setengah hati.
Kamingsun
menjadi lurah dengan segudang masalah. Setiap berganti lurah , kata-kata yang
keluar selalu tidak betah. Bahkan beberapa terkena stroke karena banyaknya
masalah yang menggunung. Lurah di Tanah Kosong, dianggap buangan seperi Dubes
hehehe. Desa yang miskin karena tidak banyak retribusi. Masukan yang paling
besar adalah pemakaman yang luas milik Pemda dan tempat pembuangan sampah yang
akan menjadi kelas nasional. Sesuai namanya, di Tanah Kosong masih banyak lahan
yang kosong. Nah kadang ini yang menggoda aparat. Bahkan Lurah sebelumnya
terpaksa diganti masalah lahan kosong yang dijual illegal ke pengembang.
Di Kelurahan
pun budaya pungli masih menjamur, padahal rata-rata PNS yang gajian tiap bulan.
Budaya ini dikomandani oleh Sekdes Dolalah,
pria paruh baya keturunan Betawi. Meski ada Lurah, namun aparat kelurahan lebih
takut pada Sekdes Haji Dolalah ketimbang Lurah. Ia orang tempatan, senior dan sudah 20 tahun jadi Sekdes. Orang
bialng Sekdes Abadi. Apalagi dia merasa, kalau tidak ada dia, Kamingsun tidak
akan jadi lurah seperti sekarang. Itulah yang membuat Kamingsun rada segan.
Kamingsun
pernah menjadi tenaga honorer dan dipercaya oleh pemprov DKI untuk mengomandani
kelurahan Tanah Kosong. Kalau boleh memilih Kamingsun pilih kelurahan lain,
pokoknya selain Tanah Kosong. Kamingsun tahu persis seperti apa kehidupan di
masyarakat Tanah Kosong. Namun mungkin karena dia tahu lapangan, maka Pemprov
menugaskannya membenahi kelurahan yang amburadul. Maka Kamingsun menganggap
penugasannya sebagai amanat dan tantangan, atau dalam bahasa agama disebuh
Ibadah.
Maka misi
pertama Kamingsun adalah reformasi birokrasi.
Pertama kali
yang dilakukan Kamingsun justru bukan melarang para aparat kelurahan melakukan
kebiasaannya yang salah. Dia membiarkan praktek itu berlangsung, sepanjang dia
tidak melihat langsung. Karena minggu pertama Kamingsun di kantor saja, tak ada
pegawai yang berani macam-macam. Pakdhe Ranto yang biasanya terus terang
mengutip masyarakat saat membuat surat atau KTP, tiba-tiba berubah dan
mengembalikan uang yang diberikan warga. Ini malah membuat warga jadi bingung
dan heran.
Minggu
kedua, waktunya Kamingsun blusukan seharian. Jam 9 ke kantor lalu keluar
menemui penduduk dan baru pulang sore jam 3. Kamingsun meniru Jokowi untuk
mengetahui masalah di lapangan ditemani Gudel dan Bang Togar. Nah selama
seminggu, Kamingsun nggak ngantor aparat sumringah. Praktek lama kembali
beroperasi. Warga kaget karena minggu kemarin tidak ada pungutan, sekarang kok
ada lagi. Aparat kelurahan pun menjawab sekenanya. Dan sebelum jam 3, Kamingsun
kembali ke kelurahan, tapi sebagian besar pegawai sudah pulang. Namun Kamingsun
sudah tahu apa yang dilakukan aparat dari warga yang melapor ketika ia
blusukan.
Minggu
ketiga, Kamingsun kali ini tanpa pemberitahuan, pagi pergi tiba-tiba siang nongol
di kantor. Ini yang membuat aparat ketar ketir. Dan yang terjadi terjadilah. Dia
menangkap basah Pakdhe Ranto menerima
pungli. Kamingsun pun memanggil ke ruangannya. Semua aparat diam. Pakdhe Ranto
panas dingin. Kamingsun tidak marah, hanya membacakan pasal-pasal pelarangan
pungli. Termasuk peraturan presiden yang membentuk saber pungli. Kamingsun
menceritakan berapa banyak di Balaikota yang ketangkap basah dan akhirnya
dimutasi, bahkan sampai dipecat. Cerita itu sudah cukup membuat Pakdhe Ranto
lunglai.
“Jangan takut kepada saya, nanti suatu saat
saya pergi dan tidak jadi lurah disini, tapi takutlah kepada aturan karena itu
sanksi dunia dan takutlah kepada Tuhan karena ia Maha melihat yang akan memberi
sanksi akherat. “ Nasehat Kamingsun.
Kamingsun
tidak marah atau menegur pakdhe Ranto, dia hanya mengingatkan karena sayang
pada pakdhe Ranto. Pakdhe Ranto menangis dan meminta maaf serta berjanji tidak
ingin mengulangi perbuatannya. Sejak itu sikap pakdhe Ranto berubah 180
derajat. Memberi pelayanan gratis tanpa pungli. Akibatnya Tulkiyem, istri
pakdhe Ranto yang selama ini suka nge mol dan nge mil harus mengingat
pinggangnya dan sering berantem di rumah karena setelah itu hanya makan gaji
bulanan pas-pasan.
Hal ini
membuat 3 kasi yang lain, tidak senang dengan sikap pakdhe Ranto. Makan nasi
kotak tiap siang yang biasa diambil dari pungli tidak ada lagi. Haji Dolalah
yang biasa kesana kemari dengan pakdhe Ranto pun mulai kehilangan partnernya. Suatu
ketika Haji Dolalah marah ketika ada pengembang besar yang deal akan membuat
perumahan tiba-tiba tidak disetujui oleh Kamingsun karena masalah administratif.
Dolalah lalu mengungkit-ungkit jasanya pada Kamingsun. Kalau sudah begitu
Kamingsun memilih diam.
Kamingsun
tidak marah atau pun menegur Haji Dolalah yang menceramahinya habis-habisan. Lurah
muda itu tahu cara menangani Dolalah dengan pakdhe Ranto berbeda. Kamingsun
tahu satu-satunya orang yang bisa menasehati Dolalah adalah Abah Acum, ayah
Dolalah. Abah Acum memang menghadapi dilema, disatu sisi Dolalah sering
mendapat persenan sebagai makelar tanah yang cukup besar, dan sering membantu
yayasannya. Namun dia sadar yang dilakukan anaknya adalah subhat, sebagai
seorang pendakwah dia punya kewajiban warga untuk mengajak kebaikan dan
mencegah keburukan. Abah Acum berjanji menasehati Haji dolalah secara
pelan-pelan. Proses ini berjalan agak setengah-setengah.
Bagaimana
cara Kamingsun menaklukkan bu Jujuk, yang getol menjodohkan anaknya dengannya.
Nah Bu Jujuk ini kerjanya ngumpulin anggaran. Kamingsun mendorong untuk
mendapat dana dari propinsi. Kamingsun melarang para pengusaha untuk memberi
sumbangan. Para pengusaha yang selama ini ditarik dana menjadi senang, tapi
mereka diminta untuk membina para pengangguran agar punya usaha produktif.
Sejak itu Bu
Jujuk kehilangan keran uangnya. Dia pura-pura manis di depan Kamingsun, tapi
punya niat jahat untuk menjatuhkannya. Cak Kholil juga meradang, karena dana
bantuan orang miskin sekarang tidak lagi dipegangnya. Dulu orang miskin datang
ke kelurahan menerima bantuan uang dan beras. Sekarang Kamingsun turun ke bawah
membagikan sendiri bantuan tunai dan beras tanpa potongan.
“Itu
pencitraan” teriak Cak Kholil.
Satu-satunya
orang yang tidak disentuh adalah Mang Dadang, seksi ketertiban umum. Karena
tidak disentuh sama sekali mang Dadang sangat pro Kamingsun. Kamingsun butuh
dukungan Mang Dadang jika berhadapan dengan 4 pejabat kelurahan. Mang Dadanf membela
saja entah lurah benar atau salah. Mang Dadang punya pengaruh kuat karena
kakaknya Mang Kobar orang yang paling ditakuti di kampung. Tapi karena ada
desakan tokoh agama, Kamingsun meminta Café tutup jam 11 malam dan tidak ada
prostitusi. Permintaan itu disanggupi oleh Mang Dadang dan Mang Kobar. Meski
kadang masih ada juga praktek asusila terselubung.
Sikap ini
dianggap mendua atau diskriminatif, sehingga Abah Acung sering mengajak
jamaahnya mendemo Lurah. Tapi demo ini ditunggangi kepentingan politik dari
tujuan awalnya penutupan Café menjadi penurunan lurah. Kamingsun berjanji akan
menyampaikan tuntutan penutupan Café ke pak Camat karena yang berhak merazia
Café adalah satpol PP Kecamatan. Selain itu, alasan Kamingsun belum menutup Café
dkarena dampaknya akan banyak pengangguran, sementara kelurahan belum punya
solusi mengatasi masalah ini.
Namun fitnah
kejam di sosial media beredar viral, Kamingsun dituduh mendukung prostitusi.
Gubernur yang mendengar kabar itu langsung meminta Camat menutup Café-café tersebut
dan memanggil Kamingsun ke pemda untuk dimintai keterangan. Akhirnya Gubernur memberi
sanksi berupa teguran keras kepada Kamingsun.
Akibat
penutupan itu, sudah dianalisa Kamingsun, timbul kerawanan sosial. Banyak
pemuda yang nganggur dan menjadi preman serta sebagian nekat menjadi begal
motor. Desa yang dulu aman kini semakin mencekam. Mang Kobar mengaku tidak bisa
mengendalikan anak buahnya karena mereka hanya nyari makan. Lewat program
pemberdayaan masyarakat Kamingsun berusaha merangkul puluhan pemuda itu namun
hanya sebagian kecil yang tertarik.
Sementara
itu, sebagai seorang lajang Kamingsun juga dilanda konflik asmara karena
hubungannya dengan Maharani tidak mulus. Sementara itu Andi Oleng, anak Mang
Kobar juga naksir dengan Maharani. Sikap mang Kobar dan anaknya memang bertolak
belakang. Mang Kobar mendukung Kamingsun namun Andi oleng menentang, karena
proyeknya pemberdayaan dengan bu Jujuk dihentikan.
Nah
bagaimanakah kisah perjuangan Kamingsun mengubah masyarakat Tanah Kosong
Jahiliyah menjadi masyarakat yang beradap, makmur dan relijius. Serta bagaimana
hubungannya dengan Maharani yang mendapat tentangan keluarga dan orang ketiga.
Saksikan di
Sitkom Kamingsum Lurah Idaman.
Karakterisasi
Kamingsun
tahu di kelurahan itu semua aparat punya mainan sendiri dan kavling
masing-masing. Mang Dadang, Kasi Pemerintahan dan Ketertiban Umum menolak
penutupan Kafe-kafe di Tanah Kosong, alasannya untuk menampung pengangguran.
Namun ternyata ia menerima upeti tiap bulan dari pemilik café bersama pihak
oknum kepolisian.
Bu Jujuk, Kasi Pemberdayaan Masyarakat sering
meminta dana ke orang-orang yang dianggap mampu dan usaha-usaha yang ada
termasuk dana CSR pengelola sampah terpadu untuk pemberdayaan masayarakat.
Namun ia menganggap dirinya seperti amil pengumpul Zakat yang mendapat jatah
1/8 bagian. Bu Jujuk punya anak perempuan yang masih kuliah namanya si Oneng, yang naksir sama Kamingsun dan
didukung sepenuhnya oleh ibunya.
Cak Kholil, Kasi Kesejahteraan Masyarakat
adalah orang yang paling sosial karena tugasnya membagikan bantuan dana desa
dan beras miskin serta BLT. Tapi dia selalu menyunat dana itu dengan alasan
untuk operasional kelurahan.
Pakdhe Ranto, kasi Pelayanan Masyarakat ada di
tempat yang paling basah, ia selalu memungut pungli baik pengurusan KTP, surat
tanah, perjanjian jual beli , pungutan PBB
dan segala jenis pungutan kepada warga.
Yayuk, tenaga honorer yang penurut. Dia
adalah keponakan dari Haji Dolalah. Yayuk yang lugu menjadi rebutan antara
Gudel dan Bang Togar.
Yang paling
besar kaplingannya sebenarnya Haji Dolalah karena berurusan dengan pengembang.
Apalagi banyak lahan kosong, ia bekerjasama dengan pakdhe Ranto membidangi
masalah yang super basah itu.
Sejak
Kamingsun masuk, mereka mulai berhati-hati, apalagi sifat Kamingsun sejak jadi
pegawai honorer termasuk jujur dab anti suap membuat mereka bermain
kucing-kucingan. Dua orang staf yang loyal dengan lurah Kamingsun adalah Gudel, tukang ketik dan Bang Togar, hansip merangkap pesuruh
kelurahan.
Permasalah
eksternal di kelurahan Tanha Kosong juga terbilang sangat rumit.
Mang Kobar, adalah pengusaha kafe terbesar yang
punya banyak anak buah dan menjadi ketua asosiasi Café di Tanah Kosong. Dia
selalu mengobarkan perang jika ada rencana penutupan café-Café itu. Setiap ada
razia prostitusi sudah bocor duluan, sehingga sulit ditemukan indikasi
prostitusi di café tersebut. Satpol PP kecamatan pun gentar, karena mang Kobar
mempunyai anak buah yang nekat dan rata-rata pernah di penjara.
Junaedi, pimpinan preman se kelurahan.
Anggotanya sering menarik pungli di pasar-pasar, jalan-jalan, pemakaman,
pengelolaan sampah dan keramaian. Dia orang yang ditakuti kedua setelah Mang
Kobar, sifatnya keras dan kasar membuat orang ciut nyalinya ketika berhadapan.
Dia juga kepala suku kampung Kebon Kosong yang ditakuti.
Lik Manto adalah adik dari pakdhe Ranto, orang
yang paling dihormati di kampung pendatang Rawa Ompong. Sehari-hari menjadi
pedagang beras dan merangkap sebagai ketua RW dan dewan kelurahan. Orangnya santai dan tidak meledak-ledak,
lebih suka mendamaikan daripada konflik. Anaknya seorang dokter umum yang baru
lulus dan bekerja di Puskemas bernama Maharani,
masih lajang dan suka menolong.
Abah Acung, adalah ulama di Tanah Kosong, ketua
DKM Masjid dan pemilik kontrakan. Sebagai orang yang paling sepuh ia cukup
disegani. Ia sering berteriak lantang agar café-café itu ditutup. Mang Kobar adalah orang yang sering
menghindar karena kerap dicermahinya. Ia adalah ayah dari haji Dolalah dan
terpandang di masyarakat.
Nyi Sukestri, adalah bidan desa , termasuk orang
kaya di kampung tersebut. Karena tidak ada saingan, dia isteri dari cak Kholil,
yang menghalangi setiap ada bidan baru yang mau membuka praktek di desa.
Satu-satunya saingan adalah Puskemes kecamatan yang berjarak 5 km dari
keluarahan Tanah Kosong. Kehadiran Maharani membuat pasiennya berkurang, dia
pun bermusuhan dengan Lik Manto. Akibatnya hubungan antara Cak Kholil dan
Pakdhe Ranto kurang mesra.
Mbah Tonda, adalah pedagang bakso di kampung
yang paling laris. Dia merupakan pakdhe dari Kamingsun. Anaknya bernama Penceng, adalah pemuda pengangguran
yang suka iseng di kampung. Kebiasaan paling jelek Penceng dan temannya Gepeng
suka mabuk. Biasanya kalau mau ngamen, si Penceng minum dulu biar pede
katanya.
Ustad Jamal, adalah ketua dewan kelurahan.
Dialah yang selalu mendukung Kamingsun. Orangnya lurus dan tidak neko-neko. Dia
punya anak gadis bernama Sarwani,
yang ingin dijodohkan dengan Kamingsun. Sarwani sering digoda oleh Andi Oleng,
anak mang Kobar yang menjadi ketua pemuda Tanah Kosong.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar