Senin, 03 April 2017

Ternyata Penghuni Surga bukan yang amalnya Banyak? Lalu seperti Apa, inilah cirinya?

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini? Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

 “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Ucapan Rasulullah SAW ini serta-merta membuat riuh para sahabat yang tengah berada di masjid. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan sang penghuni surga itu. 


Tak lama, para sahabat pun melihat seorang laki-laki Anshar dengan wajah basah. Air wudhu menetes dari janggutnya. Tangannya menjinjing sepasang sandal jepit. Tak ada yang spesial secara fisik.

Para sahabat pun bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga. Tentu saja itu derajat tinggi yang sangat diinginkan setiap Muslim, apalagi para sahabat Rasul. Mereka semua menginginkan jaminan surga.

Keesokan hari belum terjawab rasa penasaran para sahabat, Rasulullah kembali mengucapkan hal sama. “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Mereka pun kembali riuh bertanya-tanya, siapa lagi yang dipastikan merasakan nikmat Allah yang kekal.

Namun, justru laki-laki dengan wajah basah wudhu dan membawa sandal itu lagi yang muncul. Para sahabat semakin bertanya-tanya, namun tak ada satu pun yang berani bertanya pada Rasulullah.

Hingga ketiga kalinya, Rasulullah mengucapkan hal yang sama. Namun, tetap saja yang muncul laki-laki tadi. Para sahabat pun yakin laki-laki itulah calon penghuni surga.

Tapi, tak satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik rahmat Allah memasukkan laki-laki itu dalam golongan yang selamat pada hari akhir.

Namun, mereka tetap merasa tak enak hati jika menanyakannya hal itu kepada Rasulullah. Tinggallah para sahabat terus dirundung keingintahuan. Salah satu sahabat yang amat penasaran, yakni Abdullah bin Amr bin Ash, memilih inisiatif untuk mencari tahu sendiri. Ia pun kemudian menyapa pria tersebut dan bermaksud meminta izin untuk menginap di rumahnya. Abdullah bermaksud tinggal di sana agar dapat mengetahui amalan si penghuni surga.

Si penghuni surga tersebut dengan senang hati menyambut Abdullah. “Tentu, silakan,” ujarnya gembira. Maka, tinggallah Ibnu Amr di rumah calon penghuni surga itu selama tiga hari.

Selama tinggal di sana, Abdullah mengamati setiap ibadah dan amalan yang dilakukan si calon penghuni surga. Hari pertama, Abdullah tak menemukan adanya amalan spesial dari laki-laki itu. Hari kedua, ibadahnya masih sama, tak ada yang istimewa. Hingga hari terakhir, Abdullah tak juga menemukan ibadah yang luar biasa dari si laki-laki yang berhasil meraih keutamaan surga tersebut.

Abdullah hanya melihat ibadah si laki-laki yang biasa,  hanya menjalankan ibadah wajib saja. Di sepertiga malam, pria itu tak pernah bangun shalat Tahajud. Meski Abdullah bin Amr selalu mendengar laki-laki itu berzikir dan bertakbir acap kali terjaga dari tidur, pria itu baru bangun saat waktu shalat subuh tiba.

Luput dari shalat malam, pria penghuni surga itu pun tak menjalankan puasa sunnah. Namun, Abdullah juga tak pernah mendengar pria itu berbicara, kecuali ucapan yang baik. Ketika izin pulang setelah menginap tiga

Kepada pria itu Abdullah berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanyanya.

Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah ibn Amr.

Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Tak boleh iri dan dengki
Kisah diatas mengajarkan kepada kita, bahwa seseorang menjadi calon penghuni surga bukan karena ibadahnya yang banyak tapi karena hatinya bersih. Yakni hati yang suci dari sifat-sfat tercela seperti sombong, benci, iri, dengki dan tidak iklhas. Hati yang selalu dibersihkan dari setiap kotoran yang menempel dan hati yang selalu dijaga kejernihannya sehingga mudah untuk menerima kebaikan yag datang dari manapun.

Karena percuma, kalau ibadah yang banyak tapi dihatinya masih tersimpan sifat tercela. Sifat sombong, sering berprasangka buruk, iri , dengki dan hasut karena semua itu akan merusak amalan. Sifat sombong merusak amalan yang banyak karena cenderung tidak ikhlas beribadah kepada Alloh. Sifat iri dan dengki merusak amalan karena mendekati prasangka buruk atau suudhon yang di larang oleh agama. Dari sifat iri akan timbul kebencian sehingga bisa membuat perilaku yang tidak adil. Ketidakadilan inilah yang dimurkai Alloh Swt.

Penting sekali menjaga perasaan dan membersihkan hati kita dari sifat yang tercela. Caranya yakni dengan mengikhlaskan setiap permasalahan, memaafkan setiap ada yang berbuat salah meski ia tidak minta maaf dan meyakini bahwa semua yang terjadi sudah merupakan kehendak Alloh Swt. Dengan senantiasa menjaga hati dari sifat benci, iri dan dengki membuat hati kita bercahaya dan bisa memancar kedalam amalan atau ibadah sehingga lebih ikhlas dan tenang.

Stand Up Religi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar