Suatu hari pada masa khalifah Umar Bin Khatab datanglah beberapa utusan dari penduduk Himsh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab di Madinah. Mereka menyampaikan tentang keadaan propinsi Hims atau (Homs Suriah sekarang) sedang mengalama kesulitan. Sudah jamak dilakukan bila propinsi mengalami kesulitan akan mengadu pada induknya yakni pemerintah pusat.
Umar berkata kepada mereka, “Tuliskan nama-nama orang fakir kalian, supaya aku dapat menutup kebutuhan mereka!” Maka mereka menyodorkan selembar tulisan, yang di dalamnya ada Fulan, Fulan dan Sa’id bin Amir.
Umar bertanya, Siapakah Sa’id bin Amir
ini?”
Mereka menjawab, “Gubernur kami.”
“Apa Gubernurmu fakir?”
“Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api.”
Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata. Kemudian ia mengambil 1.000 dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, "Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, Amirul Mukminin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda!”
Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong. Sa’id membukanya, ternyata di dalamnya ada uang dinar. Ia lalu meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan dikembalikan kepada-Nya)," seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya.
Hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa, wahai Sa’id? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?"
“Bahkan lebih besar dari itu,” timpal Sa'id.
“Apakah orang-orang Muslim dalam bahaya?”
“Bahkan lebih besar dari itu.”
“Apa yang lebih besar dari itu?”
“Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.”
Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” Saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali.
“Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” tanya Sa'id.
“Ya,” kata sang istri. Sa'id lalu mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil, kemudian menyuruh sang istri untuk membagikannya kepada orang-orang Muslim yang fakir.
Mereka menjawab, “Gubernur kami.”
“Apa Gubernurmu fakir?”
“Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api.”
Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata. Kemudian ia mengambil 1.000 dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, "Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, Amirul Mukminin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda!”
Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong. Sa’id membukanya, ternyata di dalamnya ada uang dinar. Ia lalu meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan dikembalikan kepada-Nya)," seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya.
Hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa, wahai Sa’id? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?"
“Bahkan lebih besar dari itu,” timpal Sa'id.
“Apakah orang-orang Muslim dalam bahaya?”
“Bahkan lebih besar dari itu.”
“Apa yang lebih besar dari itu?”
“Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.”
Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” Saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali.
“Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” tanya Sa'id.
“Ya,” kata sang istri. Sa'id lalu mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil, kemudian menyuruh sang istri untuk membagikannya kepada orang-orang Muslim yang fakir.
Said bin Amir adalah gubernur yang bersahaja
dan zuhud. Saking miskinnnya Bahkan dalam satu minggu ada ada satu hari dia
tidak keluar rumah, karena dia kehabisan baju sehingga hari itu dia mencuci
bajunya sendiri.
Realitas sekarang
Jaman sekarang ada nggak gubernur yang
miskin? Saya rasa di era sistem demokrasi Indonesia setiap tahapan pemilihan penyelenggara
Negara memerlukan modal yang besar. Mulai dari tingkatan kepala desa, bupati,
gubenur dan Presiden modalnya makin lama makin membengkak. Bahkan butuh
bermilyar-milyar uanghingga ratusan miliar untuk maju sebagai calon presiden.
Ini memberi ruang yang besar bagi orang yang
modalnya kuat untuk maju jadi pemimpin daerah.
Bagaimana dengan calon yang bagus dan idealis
tapi nggak punya modal? Ada sebagian kecil dari potensi itu yang akan didukung
oleh partai untuk dinaikkan. Biasanya nanti ada pemodal dibelakangnya yang akan
menyuntikkan dana untuk mendukung si calon. Meraka akan mengnggelontorkan dana
untuk mengkampanyekan si calon dengan pencitraan di berbagai media. Ketika si
calon maju didukung konglomerat dan politisi busuk maka si idelias akan menjadi
orang pragmatis.
Namun apakah
dukungan itu semua gratis? Tidak,
jika si calon terpilih jadi Presiden maka sosok idelias dan pragmatisnya akan
menjadi politik transaksional. Poltik balasa budi tau etis pun berlaku. Semua
pendukungnya mendapat pos, baik sebagai menteri, direktur dan komisaris BUMN,
dubes, lembaga Negara lainnya. Semua dikasih jabatan sebagai balasa jasa . Dan
konglomerat pendukungnya akan mendapat proyek yang besar. Partai politik pun
panen raya karena mendapat bantuan dari CSR BUMN. Mau nggak mau itulah politik
transaksional. Kalau Presiden tidak melakukan itu maka akan digempbosi dari
dalam dan dilengserkan.
Juga dalam Pilkada , karena sudah menggelontorkan dana banyak untuk terpilih maka yang ada di otak kepala daerah adalah mengembalikan modal. Pelayana n masyarakat menjadi nomor sekian. Akibatnya karena gajinya kecil maka kepala daerah menghalalkan segala cara dengan sunat sana sunat sini dari anggaran daerah atau korupsi . kemudian ujungnya kalau ketahuan KPK maka akan di penjara. Kalau yang nggak ketahuan banyak.
Jadi jangan berharap sistem politik transaksional
akan menghasilkan orang idealis dan bermoral luhur. Dalam islam pemimpin
ditunjuk oleh Khalifah dan Khalifah dipilih oleh tokoh masyarakat dan agama.
Sehingga tidak ada biaya besar yang dikeluarkan jadi sang penguasa bisa focus melayanai
umatnya. Bahkan saking epduli sama rakyatnya, ada gubernur yang menjadi orang
paling fakir seperti Said bin Amir.
Stand Up Religi