Jumat, 31 Maret 2017

Inilah Gubernur Paling Miskin di Dunia


Suatu hari pada masa khalifah Umar Bin Khatab datanglah beberapa utusan dari penduduk Himsh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab di Madinah. Mereka menyampaikan tentang keadaan propinsi Hims atau (Homs Suriah sekarang) sedang mengalama kesulitan. Sudah jamak dilakukan bila propinsi mengalami kesulitan akan mengadu pada induknya yakni pemerintah pusat.  

Umar berkata kepada mereka, “Tuliskan nama-nama orang fakir kalian, supaya aku dapat menutup kebutuhan mereka!” Maka mereka menyodorkan selembar tulisan, yang di dalamnya ada Fulan, Fulan dan Sa’id bin Amir.

Umar bertanya, Siapakah Sa’id bin Amir ini?”
Mereka menjawab, “Gubernur kami.”
“Apa Gubernurmu fakir?”
“Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api.”

Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata. Kemudian ia mengambil 1.000 dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, "Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, Amirul Mukminin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda!”

Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong. Sa’id membukanya, ternyata di dalamnya ada uang dinar. Ia lalu meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan dikembalikan kepada-Nya)," seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya.

Hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa, wahai Sa’id? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?"
“Bahkan lebih besar dari itu,” timpal Sa'id.

“Apakah orang-orang Muslim dalam bahaya?”
“Bahkan lebih besar dari itu.”

“Apa yang lebih besar dari itu?”
“Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.”
Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” Saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali.
“Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” tanya Sa'id.

“Ya,” kata sang istri. Sa'id lalu mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil, kemudian menyuruh sang istri untuk membagikannya kepada orang-orang Muslim yang fakir.

Said bin Amir adalah gubernur yang bersahaja dan zuhud. Saking miskinnnya Bahkan dalam satu minggu ada ada satu hari dia tidak keluar rumah, karena dia kehabisan baju sehingga hari itu dia mencuci bajunya sendiri.

Realitas sekarang
Jaman sekarang ada nggak gubernur yang miskin? Saya rasa di era sistem demokrasi Indonesia setiap tahapan pemilihan penyelenggara Negara memerlukan modal yang besar. Mulai dari tingkatan kepala desa, bupati, gubenur dan Presiden modalnya makin lama makin membengkak. Bahkan butuh bermilyar-milyar uanghingga ratusan miliar untuk maju sebagai calon presiden.
Ini memberi ruang yang besar bagi orang yang modalnya kuat untuk maju jadi pemimpin daerah.

Bagaimana dengan calon yang bagus dan idealis tapi nggak punya modal? Ada sebagian kecil dari potensi itu yang akan didukung oleh partai untuk dinaikkan. Biasanya nanti ada pemodal dibelakangnya yang akan menyuntikkan dana untuk mendukung si calon. Meraka akan mengnggelontorkan dana untuk mengkampanyekan si calon dengan pencitraan di berbagai media. Ketika si calon maju didukung konglomerat dan politisi busuk maka si idelias akan menjadi orang pragmatis.  


Namun apakah  dukungan  itu semua gratis? Tidak, jika si calon terpilih jadi Presiden maka sosok idelias dan pragmatisnya akan menjadi politik transaksional. Poltik balasa budi tau etis pun berlaku. Semua pendukungnya mendapat pos, baik sebagai menteri, direktur dan komisaris BUMN, dubes, lembaga Negara lainnya. Semua dikasih jabatan sebagai balasa jasa . Dan konglomerat pendukungnya akan mendapat proyek yang besar. Partai politik pun panen raya karena mendapat bantuan dari CSR BUMN. Mau nggak mau itulah politik transaksional. Kalau Presiden tidak melakukan itu maka akan digempbosi dari dalam dan dilengserkan.

Juga dalam Pilkada , karena sudah menggelontorkan dana banyak untuk terpilih maka yang ada di otak kepala daerah adalah mengembalikan modal. Pelayana n masyarakat menjadi nomor sekian. Akibatnya karena gajinya kecil maka kepala daerah menghalalkan segala cara dengan sunat sana sunat sini dari anggaran daerah atau korupsi . kemudian ujungnya kalau ketahuan KPK maka akan di penjara. Kalau yang nggak ketahuan banyak.

Jadi jangan berharap sistem politik transaksional akan menghasilkan orang idealis dan bermoral luhur. Dalam islam pemimpin ditunjuk oleh Khalifah dan Khalifah dipilih oleh tokoh masyarakat dan agama. Sehingga tidak ada biaya besar yang dikeluarkan jadi sang penguasa bisa focus melayanai umatnya. Bahkan saking epduli sama rakyatnya, ada gubernur yang menjadi orang paling fakir seperti Said bin Amir.

Stand Up Religi



Kamis, 30 Maret 2017

Lokasi Musola di Mal identik dengan "tempat pembuangan" , tapi ada lho yang Mewah di Jakarta

Selama ini di kebanyakan mal di Jakarta khususnya, musola selalu menjadi tempat yang terpinggirkan. Letaknya pun sangat memprihatinkan rata-rata di basement dimana banyak debu dan mobil yang lalu lalang. Intinya musola identik dengan menggunakan space atau ruang yang tak terpakai atau kurang komersial sehingga seperti tempat pembuangan.
Padahal pengunjung mal, mayoritas adalah orang Islam, yang pada saat-saat tertentu menunaikan kewajiban sholat 5 waktu. Permasalahan yang pelik adalah ketika sholat Maghrib, mal yang menyediakan musola yang mini selalu over kapasitas. Antrean meluber, khususnya di hari Libur sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung. Sholat seperti diburu-buru karena dibelakang padat yang mengantre. AKhirnya sehabis salam langsung bablas, karena di belakang sudah ada yang iqomah.
Kondisi musola yang sempit, kumuh dan lokasinya terpojok memang sangat memprihatinkan. Tempat ibadah yang meskinya memberi rasa nyaman, tenang dan khusuk beribadah menjadi tempat yang ramai, terburu-buru dan pengap. Ini menandakan ketidakpedulian mal akan tempat peribadatan kaum muslim. Mungkin dalam pikiran materailis mereka, mal itu tidak memberi keuntungan materi dan hanya menghabiskan space yang ada.
Itulah pemikiran jiwa-jiwa tang gersang, yang memandang segala sesuatu dari kaca mata bisnis yakni untung rugi. Mereka hanya memandang keuntungan dari sudut yang terlalu sempit yakni materi. Padahal samudra kebahagiaan itu ada di alam non materi yakni perasaan dan ketenangan hati. Dan ketenangan hati itu hanya didapatkan pada jiwa-jiwa yang selalu dengan penguasa Hati dan Dzat yang maha membolak-Balikan Hati.
Jadi penempatan musola adalah upaya untuk mengkerdilkan hati, atau menjauhkan dari Dzat yang maha Pemberi. Mungkin juga dalam cakrawala yang sempit ada unsur kesengajaan dalam membuat musola ke tempat "pembuangan" yakni menggiring manusia ke watak-watak materialis agar berbelanja sebanyal-banyak tanpa mempertimbangkan kebutuhan rohani. Ini agak sedikit prasangka buruk, karena para pemilik mal kebanyakan bukan orang yang suka ke musola.
Musola di mal seharusnya menjadi berkah, karena banyak orang yang bekerja di mal tersebut berdoa agar barang mereka terjual dan toko mereka ramai pembeli. klaau setiap pedagang dan  karyawannya semua berdoa maka insyaallah Tuhan akan kabulkan, dan dampaknya mal akan menjadi ramai pengunjung. jadi mestinya musola menjadi salah satu tempat terbaik di mal karena menjadi magnet untuk terkabulkannya doa agar mal menjadi ramai.


Mal mewah di Jakarta
Sebagian besar mal di Jakarta memang kurang peduli dalam pelayanan ibadah di musola, Namun ada beberapa pusat perbelanjaan yang patut dicaungi jempol dengan menyediakan tempat ibadah yang nyaman dan menyejukan. Tempat itu antara lain.
1. Pasaraya Blok  M
Pasaraya Blok M mempunyai masjid bernama Alatief yang terletak di lantai 5 blok A. masjid itu sangat luas a karena satu lantai dengan karpet yang tebal dan halus. Masjid itu mampu menampung seribu jamaah dan setiap hari ada kegiatan memakmurkan masjid, Adanya runagan yang luas, toilet yang bersih dan ber AC membuat kenyamanan beribadah di tempat milik pengusaha ABdul Latif.
2.Gandaria City
Di gandaria City terdapat masjid al Hidayah  yang terletak di dekat parkiran di lantai 4. Masjid ini luas dan sejuk serta menampung ribuan jamaah. Selan itu masjid ini juga di gunakan untuk sholat Jumat,
3.Blok A Tanah Abang
Di pusat perdaganagan terebsar di Indoensia Tanah Abang terdapat masjid ala Timur Tengah di lantai 14 Blok A. Masji ini mampu menamopung 500 jamaah dan mendapat gelar masjid terpuji 1 kategori Trade center. Masjid ini cukup bersih dan nyaman untuk sembahyang
4. Senayan City
Di Senayan City memang tidak mempunyai masjid yang luasa hanya menyediakn musola di Lg dengan tagline Ezcecutif Musola. Di tempat ini ruang dibagi dua untuk prempuan dna laki-lak,i, ruang musola laki-laki mampung menampung 100 jamaah,. Ruang tunggu luas untuk melepas sepatu, dengan tempat wudu yang bersih dan musola yang ber AC.
5.Kota Kasablanka
Meski menjadi pusat belanja yang tersbuk di Jakarta namun dalam menyediakan ruang ibadah mal ini patut diacungi jempol. Pengelola meneydiakan tempat ibadah di lantai 1 dan LG. Selain temp;atnya luasm juga terpisah antara laki-laki dan perempuan, bahkan juga disediakan perpustakaan yang menyediakn buku-buku bacaan Islam

selain ke 5 mal diatas, masih banyak mal yang mungkin mneyediakan fasilitas ibadah yang baik bagi pengunjung, yang tidak penulis ketahui. semoga tulisan ini menginspirasi para pengelola mal untuk menempatkan musola ke tempat yang terhormat dan bernartabat.

Dudun hamdalah
Stand Up Religi
30 Maret 2017



Selasa, 28 Maret 2017

Memanggil Nama dengan Parapan atau Julukan Boleh Nggak sih

28 Maret lalu aku bertemu dengan teman2 sekelas alumni SMP 3 Solo yang hampir 27 tahun tak berjumpa. Wouw suwe yo rek....Sebuah reuni kecil karena hanya dihadiri 7 orang yang tinggal di Jabotabek. Meski tak banyak tapi cukup untuk menjadi obat kangen dan nostalgia antar teman yang terpencar, tercerai dan terberai serta terpisah sejak tahun 1990. Dan alhamdulillah dengan adanya teknologi telah mempersatukan kami lagi. Namun dari 37 teman sekelas baru 29 yang terlacak, yang 5 masih dalam pencarian dan 3 orang sudah lebih dulu menghadap pada Yang Maha Kuasa.

Dulu jaman SMP, memang masa lucu-lucunya, (baca: nakal), maka saat itu orang tidak memanggilnya dengan nama, tapi parapan atau julukan atau tanda yang melekat pada orang tersebut, Misalnya Budi kede (kede bahasa Jawa artinya kidal) karena tangan kirinya lebih kuat dari tangan kanan. Pri dipanggil gepeng karena badannya yang tipis seperti almarhum pelawan gepeng. Budi dibilang bagong, karena perawakannya yang pendek tapi besar seperti Bagong dalam Punakawan dan sebagainya.

Pada masa itu, karena lucu-lucunya tadi, karapan bukan sebuah masalah, malah bisa jadi menambah keakraban. Namun setelah 27 tahun berlalu, segalanya bisa berubah. Maka aku pun merasa nggak enak untuk memanggil nama teman-teman dengan karapan. Takut dia tidak nyaman atau tersinggung, karena semua bisa berubah dalam 27 tahun, Lebih baik menjaga diri dan memanggil namanya supaya lebih nyaman dan tidak menyinggung perasaan.

Di Jawa parapan malah lebih gampang dikenal ketimbang nama aslinya. Supri lebih dikenal sebagai Plorok, karena matanya yang suka melotot, Penceng lebih dikenal ketimbang Andi, karena alisnya miring. Wawan lebih mudah disebut Gombloh, karena perawakannya yang kurus seperti penyanyi Gombloh. banyak sekali karapan di Jawa seperti Gendhon, Sebloh, Senthun dan sebagainya.

Di dunia artis juga banyak karapan. Misalnya Yati pesek karena hidungnya ndleshep, Opik Kumis karena kumisnya yang lebat. Didik kempot karena pipinya yang kempot akibat ada gerahamnya yang copot. dan sebagainya. Karapan ni juga bisa sebagai ciri khas agar kita bisa mengenal sesorang dari ciri fisiknya, gaya nya atau sifat yang jadi ciri khasnya.

Julukan dalam pandangan agama
Dalam islam jelas dikatakan berilah nama anak kita dengan sesuatu yang baik. Karena nama itu doa dan harapan. Dalam nama terselip tujuan hidup, Dinamai Rahman karena orangtuanya ingin anaknya suka mengasihi sesama. Dseibut Mustakim supaya orangnya lurus tidak neko-neko. Diberi nama Soleh agar kelak menjadi orang yang saleh atau baik bukan orang yang salah heheh. Kalau namanya bagus tapi kelakuannya tidak baik, orang bilang kabotan jeneng atau keberatan nama. Bukan namanya yang harus diganti tapi kelakuannya hehehe.

Dan kita dilarang memanggil sdengan ebutan yang jelek meski kadang jujur heheh. Misalnya kakinya pincang kita sebut pincang, matanya kecil dibilang sipit dan rambutnya botak dibilang pethak. Mungkin orang yang dipanggil tidak marah tapi bagaimana perasaan ibu atau bapaknya . Apa mereka ingin anaknya lahir dalam kondisi begitu atau dibilang begitu? Camkan itu hehehe

Jelas agama menganjurkan kita tidak boleh mnyakiti hati orang lain, Panggilan karapan yang negatif akan memberikan efek yang tidak baik. Bagusnya karapan itu yang positif malah dianjurkan, Misalnya ketika Nabi Muhammad Saw memanggil istrinya Aisyah dengan sebutan Ya Humairah atau yang kemerah-merahan, karena pipi Aisyah berwarna merah. Maka sebisa mungkin beri karapan yang baik, misal ya ahli surga jangan begitu, kan enak didengar daripada ya ahli neraka dan sebagainya.

Kalau ada kejelakan atau aib, agama malah menganjurkan agar ditutupi. Karena barang siapa menutui aib saudara muslimnya maka Alloh akan menurtupi di akherat kelak. jadi sebaiknya kita membiasakan sesuatu yang baik, termasuk dalam memanggil nama seseorang, pamggil saja namanya itu lebih aman dan sopan. Dn kebaikan kita pada orang lain pada hakekatnya akan kembali pada diri sendiri.Betul nggak mas Penceng ?

Stand Up Religi
Dudun hamdalah  

Minggu, 26 Maret 2017

Hutang sama Pinjam itu Beda Lho

Kadang kita sering latah mengungkapkan istilah dalam hubungan dengan manusia atau mualamalah. Yang paling sering kita lakukan atau terjadi dalam masyarakat adalah Pinjam Uang. Padahal sebenarnya itulah Hutang. Karena yang disebut dengan Pinjam itu harus mengembalikan dengan barang yang sana. Misalnya jika kita pinjam uang kertas selembar senilai Rp 100 ribu maka uang yang harus kita kembalikan harus sama persis baik jenis kertas, nomor seri dari uang Rp 100 ribu tersebut.
Sedangkan hutang yang dihitung adalah nilainya, misalnya kita hutang Rp 100 ribu maka yang harus kita kembalikan tidak harus uang fisik Rp 100 ribu yang kita pinjam yang sama bentuk dan nomor serinya. Tapi kita bisa menggantikan dengan uang sejenis yang lain. Atau dua lembar pecahan senilai Rp 50 ribu dan sebagainya. Jadi inilah perbedaan antara pinjam dan hutang.
Akad ini penting, karena sekecil apapun perbuatan kita akan dimintai pertanggungjawabannya nanti di akherat, Termasuk perkara hutang ini.
Yang disebut pinjam itu mengambil barang milik orang lain dengan seijin yang punya tanpa maksud untuk merusak dan harus dikembalikan sebagaimana awal meminjam. Apabila ada kerusakan atau cacat saat mengembalikan harus diberitahukan kepada pemiliknya dan peminjam harus siap menanggung resikonya. Meminjam barang untuk diambil manfaatnya itu diperbolehkan. Seperti dikatakan Nabi Muhammad Saw,;Kembalikanlah barang amanat kepada orang yang telah memberi amanat kepadamu dan janganlah kamu menyalahi janji atau kepada orang yang pernah berkhianat kepadamu( HR Abu Daud, At Turmudzi)
Sementara hutang adalah memberkan sejumlah uamg kepada orang lain dan harus dikembalikan sesuai dengan jumlah yang sama. Misalnya hutang Rp 1 juta harus dikembalikan Rp 1 juta, Dan islam tidak memperkenankan adanya tambahan dari hutang tersebut seperti bunga dan sebagainya karena itu masuk ke dalam riba. Nabi Saw bersabda; "Tiap-tiap htang yang mengambil manfaatnya adalah riba (HR Haruts bin Usamah)

Tolong Menolong
Jadi pinjam atau hutang itu dalam Islam diperbolehkan sepanjang saling tolong menolong dan tidak berkhianat. Namun jika pinjaman atau hutang tidak dikembalikan sesuai dengan perjanjian maka pihak peminjam harus meminta maaf dan berjanji untuk segera membayar jika sudah ada uangnya. Namun jika hutang tidak dibayar dengan alasan yang tidak jelas maka akan masuk kategoi khianat atau tidak amanah. Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari )
Hutang itu bila tidak dibayar akan merusak hubungan baik keluarga, sahabat, teman dan sebagainya. maka segerakanlah untuk melunasi hutangmu. Karena sebeneranya keika kita berhutang itu telah menggadaikan kehormatanmu. Maka berdoalah agar jauh dari hutang dan diberi kekuatan untuk segera melunasinya. 





.



Sabtu, 25 Maret 2017

Ulama Harus mengambil Jarak dengan Pemimpin

Sebaik-baik umara` (penguasa) adalah mereka yang mau datang kepada ulama’ dan seburuk-buruk ulama’ adalah mereka yang datang kepada umara`#standupreligi

Semua yang ada, selain Allah Swt disebut dengan ‘Alam. ‘Alam artinya tanda atau tetenger. Kehadiran sebuah tanda merupakan representasi atau personifikasi dari yang ditandai. Berhubung yang ditandai sengaja tidak hadir secara langsung, karena beberapa hal yang menuntut adanya “jarak”, maka ke”mengenal”an pelihat tanda dengan yang ditandai, akan sangat tergantung kepada kemampuannya dalam membaca tanda. Di situlah, pembaca tanda memerlukan kelengkapan yang cukup agar ke”mengenal”annya bisa sesuai dengan yang senyatanya.
Nah, pengenalan terhadap sesuatu sesuai dengan yang senyatanya, itulah yang disebut ‘Ilmu. Orang yang punya ilmu disebut ‘Alim (bentuk mufrad) dan Ulama’ (bentuk jamak). Dengan demikian, maka seorang ‘Alim adalah orang yang memiliki kemampuan membaca tanda sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga memiliki tingkat ke”mengenal”an kepada yang ditandai lebih sesuai dengan yang sebenarnya dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya (arab: awam), atau bahkan memang benar-benar seperti yang sebenarnya atau senyatanya.
Ulama’ bisa diartikan sekumpulan orang yang memiliki kualifikasi demikian itu, atau bisa satu orang dengan kapasitas sekian banyak orang. Oleh karenanya, ke”saksi”an (syahadat) seorang ulama’ berbeda tingkatannya dengan syahadat orang awam karena berdasarkan atas tingkat ke”mengenal”an yang berbeda. Ucapan Asyhadu an Laailaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammada rRasulullah secara harfiah sama, tapi dengan bobot yang berbeda. Begitu juga persaksian terhadapa ‘alam semesta. Shalat seorang ulama’ berbeda bobot dengan shalat orang awam meskipun secara formal prosedural, tampak sama. Takbir, ruku’, sujud, tasbih, tahmid dan at-tahiyyatnya tampak sama, tapi bobotnya berbeda.
Takbir seorang ulama’ bukan sekedar ucapan, tapi pengakuan, kesakisan dan persaksian. Ruku’ dan sujudnya merupakan jalan hidup menyertakan seluruh sel sampai bagian yang terkecil dari dirinya. At-tahiyyatnya merupakan sikap hidup, dan salamnya adalah komitmen cinta kepada semua makhluk Allah Swt.
Setelah diulangi beberapa kali, maka muncul kesadaran bahwa At-tahiyyat (semua penghormatan), diajukan secara total, kulli, dan juz’iy hanyalah kepada Allah Swt yang selalu dia saksikan di balik “tanda” yang berupa ‘alam semesta dan bertatap muka secara spiritual dengan Kanjeng Nabi Muhammad saw melalu assalamu alaika (atas panjenengan, bukan alaihi yang artinya atas dia) ayyuhannabiyyu warohmatullahi wabarokatuh.
Kemudian bersalam ke kanan dan ke kiri sebagai komitmen cinta kepada sesama hamba Allah Swt. Demikian itu menjadikan seorang ‘alim atau ulama’ selalu mendapatkan transfer cahaya dari Allah Swt melalu para nabi, lebih-lebih Kanjeng Nabi Muhammad Saw sehingga semua hidupnya adalah shalat. Dan karena itulah Kanjeng Nabi Muhammad Saw bersabda, ”sesungguhnya ulama’ adalah pewaris para Nabi” (HR. Bukhori, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Hibban, dll). (ingat beliau tidak menyatakan pewaris seorang nabi, tapi para nabi).
Dan karena itu pula Gusti Allah Swt menggaris bawahi:“Sesungguhnya para ulama’ dari hamba-hamba Allah, hanyalah takut kepada Allah“.
Para ulama’ berposisi tegak kepada Allah dan membawakan kebenaranNya yang dibawakan oleh para nabi. Jadi posisinya sebagai penyambung antara ummat dengan Rasulullah Saw dan Allah Swt. Dengan demikian, hal yang paling penting bagi seorang ulama’ adalah konsistensi atau keistiqomahan (menjaga garis gravitasinya dengan Allah dan Rasulullah) sehingga tidak “miring” ke kanan atau ke kiri.
Dalam konteks sosio–kultural, ulama’ menjadi “pathok”an nilai yang menjadi “pusat tali kambing”, agar “kambing” tetap berada pada area yang benar. “Pathokan tali kambing” diharapkan bisa menghujam dalam ke kedalaman bumi (paku bumi) sehingga tidak mudah goyah dan geseh oleh tarikan-tarikan kepentingan kambing-kambingnya. Apalagi lepas mengikuti dan mencari ke mana “kambing” bergerak, sehingga “kambing” menjadi “pathok” dan “pathok” menjadi “kambing”.
Tentu saja, ulama’ tetaplah manusia yang hidup di bumi yang makan, minum, tidur, kawin, dan bermasyarakat sebagaimana umumnya manusia. Tapi dalam struktur spiritual berfungsi mencerahkan dan menjadi barometer nilai sebagimana telah diterangkan.
Karena itulah, sembari menjalankan kehidupan sebagaimana normalnya orang hidup, para ulama’ diingatkan oleh kanjeng Nabi Muhammad Saw mewanti-wanti (sebagaimana disitir oleh Imam Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin Juz II, hal. 142):
  • Sebaik-baik umara` adalah mereka yang mau datang kepada ulama’ dan seburuk-buruk ulama’ adalah mereka yang datang kepada umara`.
  • Para ulama’ adalah kepercayaan para Rasul atas hamba-hamba Allah selama mereka tidak berbaur dengan penguasa, maka apabila mereka melakukannya, sungguh mereka telah mengkhianati para Rasul, maka waspadai dan jauhilah mereka”.
Tentu kita bisa berdiskusi mengenai makna atau maksud dari hadits di atas, apakah mau kita ambil secara tekstual-material ataukah kontekstual- spiritual. Tapi yang pasti, masyarakat muslim membutuhkan sesepuh dan pinisepuh yang bisa menjadi penerang jalan menuju Allah, tanpa ada tendensi kepentingan penguasan secara ekonomi, politik, maupun golongan atas golongan. Dan di situ, siapa lagi kalo bukan ulama’ yang netral dari pengaruh penguasa modal dan kekuasan politik. Di tengah-tengah di mana masyarakat mengalami pergeseran kiblat, dari kebenaran sejati kepada kebenaran palsu, dari “Tiada Tuhan selain Allah” kepada “Menuhankan semuanya selain Allah”, yang penting menguntungkan.
Kini, hampir semua penguasa (rezim) dalam semua tingkatan, lahir dari proses transaksi material-ekonomi, baik dengan pemilih maupun dengan penyuplai dana kampanye dan tim sukses. Kini, tidak begitu diperlukan seorang pemimpin yang lahir dari kematangan spiritual, moral, dan kemampuan kepemimpinannya, manakala tidak bisa membawa keuntungan secara material bagi suatu kelompok atau kelompok tertentu.
Atau seseorang yang “lulus” secara moral, spiritual, dan karakter kepemimpinan, tidak akan mau menempuh jalan menuju kursi kepemimpinan formal, karena jalan menuju ke sana, telah dipenuhi oleh para pemain dan pemilik modal yang mau tidak mau memaksanya untuk bekerjasama atau berkolaborasi, jika ingin menang. Jika tidak, terimalah “kekalahan”.
Masyarakat juga sudah tidak konsisten dengan idealisme kelahiran sang “ratu adil” atau Imam Mahdi, karena dikuasai oleh pola pikir “wani piro”. Adagium “ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang” kini menggurita ke semua aspek kehidupan, terutama pada saat kontestasi pemilihan, dalam semua tingkatan.
Dan Karena kiblat telah bergeser kepada materi, maka ushalli-nya sudah tidak lagi lillahi ta’alaUshalli di sini tidak bisa dipersempitkan kepada “aku shalat” saja, tapi “aku sekolah atau menyekolahkan, aku belajar atau mengajar, aku berkeluarga atau mengkeluargakan. Aku memilih atau dipilih, aku jadi PNS, anggota TNI/Polri, anggota DPR, hakim, jaksa, kepala desa sampai presiden, aku bertani, berdagang, dst.
Dan at-tahiyyatu-pun sudah tidak lagi lillahi, tapi kepada siapa yang dianggap sebagai “pok”nya uang. Dan karena dalam konteks kehidupan bernegara, semua diatur melalui undang-undang, maka pemegang kendali terhadap undang-undanglah yang menjadi pusat penghormatan. Jadilah at-tahiyyatu lil rezim. Kemudian karena al rezim membutuhkan al uang, maka al rezim pun ber-at-tahiyyat kepada pemilik modal, dan begitulah ubeng-ubengannya.
Belajar kepada yang di atasnya, mentalitas masyarakat pun menjadi rusak, sehingga secara berjamaah ber at-tahiyyatu lil uang, maka konstruksi dan relasi kehidupan, menjadi sangat naif, sekedar simbiosis mutualisme untuk mencari al uang. Dan disinilah, saya kira peran Ulama’ sangat menentukan. Apakah mau menjadi pemantul cahaya ataukah mengalami gerhana oleh faktor yang sama. Itulah maksud dari sabda Rasulullah Saw di atas.

Ahmad Muzammil
Pengasuh Ponpes Rohmatul Umam Kretek, Bantul, Yogyakarta. Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU DIY. Aktif mengikuti forum tadabburan Maiyah


Jumat, 24 Maret 2017

Pengin makan Infus, akhirnya malah Kecelakaan

Hati-hati kalau ngomong itu bisa jadi Doa. Itulah nasehat yang sering kita dengar. Meski omongan itu terucap di kala kita tidak sadar, emosi. dan tidak konsentrasi. Itulah kisah nyata yang pernah saya alami ketika saya masih kuliah akhir 1999 silam.
Cerita begini, waktu itu saya bersama teman kos bernama Isnaini sedang makan di sebuah warung. Entah bosen, atau apa alasannya, sempat teucap dalam mulutku "Capek ya makan, enaknya pakai infus nggak perlu ngunyah..." Isnaini diam mungkin bingung, atau menganggap aku bercanda, Aku pun merasa kalimat itu terucap begitu saja, tanpa perasaan salah atau dosa.
Tak perlu waktu lama, kejadian itu datang, Esoknya seorang teman meminta tolong diantar ke kantornya. Rupanya dia mau berbohong kalau motornya rusak sehingga kantornya percaya. Saya mau saja mengantarnya, entah dipelet atau gimana lupa. Intinya akhirnya aku memboncengkan kawan itu dengan motorku.
Tak jauh dari makam pahlawan semarang, ada jalan veteran dengan tikungan yang tajam. Saya bermaksud menyeberang jalan. Apa yang terjadi, ketika motor maju untuk nyebrang dari arah tikungan sebuah mobil melaju kencang. Dan braaaak... temanku terpental helmnya pecah dan aku terseret 50 meter di kolong mobil bersama motorku.
Allahhu akbar,  sayasetengah sadar sudah berada di RS Romani, sementara temanku kepalanya dijahit. Badanku lemah, sepertinya tulang pada remuk. Tak lama kemudian saya minta dironsen, alhamdulillah tulangku utuh hanya badanku yang memar tak karuan. Ini bagiku sebuah keajaiban yang kuingat sampai sekarang. Secara teori kecelakaan maut itu sangat keras hingga terseret puluhan meter tapi Allah masih sayang padaku.
Sorenya Isnaini menengokku. Dia mengingatkan aku akan ucapanku di warteg . Ucapan yang entas sengaja atau tidak telah diijabah oleh Alloh. aku tersentak, Ternyata Alloh mengabulkan kata-kata yang bukan doa. Tapi disisi lain aku menganggap itu teguran yang keras agar berhati-hati dalam bertutur.
Ternyata Tuhan mengabulkan kata-kata meski hanya bercanda. Mau bercanda atau serius Tuhan mendengar setiap ucapan. Dan memang kata-kata ucapan itu doa bisa jadi benarnya. Oleh karena itu sebaiknya kata-kata yang tidak baik kita tahan agar tidak terucap.

Kejadian seperti itu mungkin tidak hanya saya alami. Tapi setidaknya memberikan pelajaran agar kita berpikir dulu sebelum berbicara dan timbang baik-baik akibatnya. Jangan asal ngucap dan jangan gampang minta maaf. Sehingga tidak ada istilah keceplosan, tidak sengaja dan tidak ada niat. karena hati itu yang tahu hanya kita dan Tuhan, Hati tidak pernah berbohong, namun mulut sering berbohong.
Menjaga lisan adalah sesuatu yang vital, karena sumber malapetaka dan peperangan di dunia adalah lisan,. Sumber dari masalah di dunia adalah tidak pandai menjaga lisan, Kata-kata provokatif, ujaran kebencian, fitnah dan sebagainya yang bernama negatif sering terlontar dari lisan,. Maka lisan hars dikendalikan oleh pikiran agar terkontrol sebelum mengucapkan sesuatu.
Di era media sosial sekarang, memang bukan lisan yang menonjol tapi tulisan, banyak sekali kata-kata bernada provolatf, fitnah dan kebencian yang terang-terangan disampaikan di ranah publik. Itu sebenarnya bagian dari dosa lisan, hanya berbeda media yakni bahasa tulisan. Mudarat dan kerugian yang ditimbulkan tidak jauh dari lisan.
Maka berhati-hatilah dalam segenap kehidupan kita. Setiap lisan dan tulisan kita pikirkan dampaknya jangan asal njeplak atau pencet status karena terprovokasi dengan status orang. Sabar dan tidak mudah terpancing adalah cara bijaksana menjaga dosa-dosa. Apalagi di RI ada UU ITE yang bisa menyeret orang yang menyebar kebencian ke jeruji besi. tak sedikit mereka yang harus dipenjara gara-gara tulisan di sosial media.
Itu di dunia,di akherat lebih ngeri lagi. Semua badan harus bertanggungjawab terhadap perbuiatannya dan mulut yang biasa bohong akan terkunci. Mata, telinga, kaki, tangan dan sebagainya akan dimintai tanggung jawabnya. Disaat itulah anggota tubuh akan jujur kepada Tuhan akan dosa yang telah dilakukan oleh jiwa. Dan tak ada yang bisa membantu kecuali diri kiat sendiri. Maka mari kita jaga lisan dan tulisn kita agar lepas dari siksaan pedih di alam sana.

Dudun Parwanto
Stand Up Religi


Kamis, 23 Maret 2017

Jamaah Tablegh, Dakwah Tanpa Muatan Politik

Ribuan orang memadati Masjid Jami Kebon Jerk di bilangan Jakarta Barat pada Kamis Malam. Mereka datang dari seluruh Indonesia untuk berkumpul mendengarkan seorang ustad yang berceramah dalam bahasa Arab. Seorang penerjemah di depan mimbar menerjemahkan setiap ceramah ke dalam bahasa Indonesia. Semua jamaah duduk rapat mendengarkan dan sesekali mengucap kebesaran Alloh.

Ada pemandangan udik di ruang tengah, Seorang ustad dikelilingi oleh belasan pria yang menderita tuna rungu. Ustad tersebut mempergakan gerakan tangan dengan isyarat menerjemahkan kotbah ustad di depan yang dipahami para penderita yang kurang pendengaran. Mereka tampak manggut-manggut mengerti maksud isi ceramah. Di sisi lain ada petugas dapur yang melanai makanan jamaah. Jamaah yang datang boleh mengambil makan dan dimakan bersama dalam satu nampan. 

Itulah sekelumit aktifitas jamaah di Masjid Jami Kebon Jeruk, Jakarta. Mereka menyebut jamaah tersebut dengan jamaah Tablegh. disebut jamaah Tablegh karena dakwahnya adalah keliling dari masjid-masjid. Biasanya mereka punya agendu keluar atau yang disebut Qurut fi sabililah (berjuang di jalan Alloh) selama sebulan minimal 3 hari, atau 40 hari dalam satu tahun dan 4 vulan seumur hidup. Mereka berkumpul di masjid jamie untuk melakukan istimai setiap pekan. 

Secara internasional markas jamaah Tablegh di Nijamudin India, maka tak heran setiap keluar 4 bulan tujuan utama dakwah di IPB atasu singkatan India Pakistan Bangladeh. Karena disanalah mula dakwah jamaah tablegh. Dakwah Tablegh memang pertama kali diperkenalkan oleh Syech Maulana Ilyas, seorang Syech dari Yaman pada tahun 1924 setelah tumbangnya kekhalifahan Ootoman di Turki. kemudian dikembangkan oleh muridnya Syech Maulana Yusuf Al Khandawi yang menulis buku buku pegangan jamaah Tablegh seperti Adap-Adap, Riadus Salihin dan Fadilah2

Ciri khas yang  nampak dari jamaah ini adalah dari bajunya dengan celama cingkrang, baju khas India dan rata-rata berjenggot lebat. Mereka sering berjalan dalam rombongan yang dipinpin oleh seorang amir. Bahkan mereka tidak hanya bergerak di India tapi juga di seluruh dunia yang hampir lebih dari 200 negara. bahkan sampai ke suku eskimo di kutub utara, sebelum dikirim ke sana jamaah pun latihan hidup dibawah suhu 0 derajat kuta menahan dingin. 

Tujuan mereka bergerak adalah dakwah yakni mengajak manusia taat dan menyampaikan kalimat Laa ilaha illallah.   Meraka keluar dengan biaya sendiri-sendiri tanpa ada yang mensponsori. Merak dapat diterima oleh semua negara karena tidak ada muatan politik. Dalam tertib jamaah tablegh melarang pembicaraan berbau politik ketika sedang berdakwah. oleh karena itulah jamaah ini bisa diterma di sema negara termasuk Israel.

Satu yang menonjol dari jamaah tablegh adalah lintas paham artinya baik itu Nu, muhammadiyah, hisburt tahrir dan sebagainya bia bergabung, Mereka tidak menonjolkan paham tertentu dan menghindari khilafiyah. Sehingga jamaah ini menyatukan pernedaan yang ada dalam umat islam dengan kalimat tauhid. Program dan materi yang diberikan opun sederhana dan dapat diikuti semua lapisan masyarakat. 

Dengan jumlah karkun (orang yang pernah ikut jamaah ini) mencapai ratusan juta se dunia, jamaah ini cukup kuat. Saking besarnya , banyak pihak yang mencoba menyeretnya ke kelompok politik untuk tujuan tertentu. namun karena khittah jamaah ini tidak berpolitik maka jamah ini semakin membesar. Sebab jika masuk ke ranah politik kemungkinan jamaha ini akan ditinggalkan orang karena akan timbul pertentangan dan perbedaan pendapat.

Mereka meyakini bahwa, dengan berdakwah membantu agama Alloh, maka Alloh akan membantu mereka. Mereka berjuang untuk mendapatkan asbab hidayah Allah karena kalau masyarakatnya baik maka Alloh akan mengirim pemimpin yang baik. Maka program dasar mereka adalah memperbaiki umat, agar Alloh menurunkan hidayahnya. Dan suatu saat ketika seluruh dunia ini baik maka secara otomatis akan terbentuk Khilafa islamiyah.

Selama ini memang banyak stereotip miring kepada jamaah ini karena ulah beberapa oknum jamaah, seperti dianggap menelantarkan keluarga karena meninggalkan keluarga dan sebagainya dengan tanpa memberi nafkah misalnya. Sebenarnya sih itu ulah oknum tertentu yang kurang tertib. karena dalam tertibnya jamaah harus meninggalkan uang keluarga dan bila perlu dititipkan ke karkun untuk mengawasi anak-anak mereka. Jadi tidak benar jika dakwah ini menelantarkan keluarga.



 


Rabu, 22 Maret 2017

Kalau soal Makan Tirulah Selebritis

Dulu sewaktu kuliah, jika ada undangan pesta atau yang ada jamuan makan-makan, saya serng datang, Misi yang diemban satu "Perbaikan Gizi" . Rasanya tidak adil jika perut ini setiap hari diumpani tempe tahu dan nasi rames. Kalau bisa ngomong mungkin perut akan bilang "Itu lagi-itu lagi". Nah dengan adanya perbaikan gizi ini, meski hanya seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali kita sedikit memanjakan perut, kali ini semua  yang tersaji di meja kita cicipi (nggak enak mau ngomong diembat heheh) Ada daging, ayam, buah ,sayur, es krim, semua kita jejalkan ke perut melebihi kapasitas terpasang yang disediakan, Alhasil perut penuh. Dan besoknya mulai mules dan bergeser ke kamar kecil, untuk mengurangi beban lambung.

Sekarang diusia kepala 4, undangan pesta bukan sesuatu yang menarik atau perbaikan gisi, Alhamdulillah kalau lauk ayam tiap hari masih bisa kebeli. Yang jelas dengan kondisi usia yag bertambah cara berpikir juga sudah berubah, Makan sekedarnya saja, tak perlu mewah atau wah yang penting ada gisinya. Jika datang undangan pun ambil nasi tak lebih 5 sendok makan plus sayur dan lauk. Kalau dulu piring itu penuh dan lauk ambilnya bisa lebih dari satu. Minsetnya adalah silaturahmi bukan memanjakan perit lagi. Pertimbangannya jelas kesehatan, karena ketika usia mulai menua, berbagai penyakit mudah menyerang. 

Urusan makan ini sebenarnya sudah jelas dalilnya seperti yang disabdakan Kanjeng Nabi Muhammad Saw yakni makanlah pada saat lapar dan berhentilah sebelum kenyang, Nah kebanyakan kita belum lapar sudah makan contoh membiasakan diri makan pagi, siang dan malam. Padahal mungkin saat itu kita belum lapar, tapi tetap makan, Alasannya kita sudah kena sugesti kalau perut nggak diisi nanti kena mag, kembung dan sebagainya. Padahal di dalam perut dalam kondisi normal diciptakan banyak zat untuk menetralisir kondisi perut baik lapar maupun kenyang.

Urusan mkan kebanyakan kita juga kalau belum kenyang, belum berhenti, bahkan cenderung ngelunjak sudah kenyang mash terus diisi. Akibatnya perut kewalahan sehingga jika kebiasaan itu ters dilakukan akan mengakibatkan penimbunan lemak dan obesitas yang menyebaka anke penyakit akan bersarang dalam tubuh. Jadi anjuran Nabi Saw untuk berhenti sebelum kenyang itu sangat bermanfaat bagi kesehatan dan sebagai sikap adil kiat terhadap organ-organ yang ada di perut agar tidak bekerja belebihan atau ekstra time.  

Bicara makan, perut tidak akan protes apapun makanan yang kita masukkan, harusnya yang halal dan toyib. Makanan mahal Rp 100 ribu dengan Tempe Rp 1000 perak pun tetap akan diproses metabolsime yang sama dari mulut sampai ke pembuangan. Bahkan makanan yang mahal sering pembuangannya lebih bau atau maaf (kentutnya pun bau). jadi perut bersikap adil dan tak pernah mengeluh mendapat makanan yang murah. 

Namun kadang makanan ini dipolitisasi demi gengsi. Menjamu klien dengan makanan mahal demi mendapat proyek. Menjamu tamu dengan mewah demi mendapat investasi dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi substansinya bukan makanan tali gengsi. Kalau sudah gengsi tempe yang biasa dibeli Rp 1000 bisa bernilai 10 kali lipat. Sementara organ kita tidak pernah memilah antara makanan sebagai kebuuhan atau sebagai nafsu atau sebagai gengsi saja. 

Makan ala selebritis 

Ingat selebritis yang ada di televisi, mereka menjaga benar makanan, sehingga berpengaruh besar terhadap tubuh mereka. Mereka bisa sajamakan makanan enak setiap hari, tapi tidak mereka lakukan demi menjaga tubuh yang bagus tidak berlemak dan sehat. Mereka rela melakukan diet ketat, tidak makan nasi berbulan-bulan, atau mengurangi kalori untuk mendapat berat badan yang ideal. 

Ketika kebanyakan orang pergi makan kapan ingin makan. Selebritis hanya makan kalau sudah diambang titik kelaparan. Sebab kalau ia membiarkan diri kelaparan , berati ia melanggar amanat Tuhan dalam merawat kesehatan. 

Kebanyakan orang makan sekenyang-kenyangnya, selebritis berhenti makan sebelum kenyang, sebab pada saat itulah batas optimalitas kesehatan dan kecerahan kreatifitas hidup. 

Kebanayakan oraang memilih makanan yang disukai , sedang selebritis menagmbil makanan yang menyehatkan, siap menelan apa saja meski pahit degan syarat untuk kesehatan badan.

Dalam konteks makan ini selebritis meniru apa yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Meski dalam banyak hal tidak semua diikuti. Misalnya dalam rumah Nabi saw tidak ada makanan yang tersedia lebih dari 3 hari. Nabi sering mengikat perutnya untuk menahan lapar karena tidak ada makanan di rumah.

saudaraku mari kita teladani Nabi Muhammad dengan mengurangi makanan dan memperbanyak amal saleh. melakukan puasa sunnah dan wajib untuk memberi keseimbangan dalam badan agar senantia bergairah dalam aktifias.

Dudun Hamdalah
Stan up Religi 23 Maret 2017
0813-10054310




Selasa, 21 Maret 2017

Merayakan berkurangnya Jatah Hidup ?

Kalau Ulang Tahun itu diartikan memotong kue, memberi bingkisan, mengundang teman dan menerma kado. Seingat saya, saya belum pernah merayakannya. Tidak ada tradisi seperti itu di keluarga saya, disamping mungkin ada pertimbangan ekonomi mengingat keluarga saya bukan orang mampu. Tapi pertimbangan tradisi lebih kuat, karena kalau sekadar beli kue untuk dimakan sendiri saya yakin orangtua saya masih sanggup.

Karena latar belakang itulah saya heran, atau merasa sayang ya, melihat orang menghambur-hamburkan uang banyak untuk sebuah seremoni yang sempit. Malah ada seorang Menteri yang masuk penjara karena merayakan HUT istrinya di sebuah hotel mewah dengan menghabiskan dana Rp 500 juta dan uang itu diambil dari kas negara. Ini super koclok (gila ) namanya. Masih mending Robinhood mengambil uang orang kaya untuk dibagikan ke orang miskin hehehe
Intinya sih kalau memang kondisi uang longgar dan mau membuat perayaan sebaiknya digunakan untuk kemanfaatan umat. Misalnya dirayakan bersama yatim piatu atau panti asuhan secara sederhana dan membagikan berkat agar mereka terhibur. Meski saya tidak tertarik dengan judulnya (HUT) tapi saya suka dengan substansinya atau kontennya. Misi ini lebih mulia dan berguna ketimbang memenuhi ambisi pribadi, gengsi dan syhwat duniawi.
Saya tidak merasa cocok dengan istilah ulang tahun, karena tahun tidak pernah berulang, tahun 2016 sudah berlalu dan takkan pernah kita jumpai lagi. Istilah yang tepat sebenarnya memperingat hari kelahiran atau Milad. Tapi sudah jaman disebut HUT maka lidah ini perlu waktu untuk menyesuaikan. Namun jika menggunakan istilah Milad kok nanti dibilang milik agama tertentu hehehe,  ya mudah2an ada kata bahasa Indonesia yang akan mewakili istilah Milad.
Secara nominal, Milad itu penambahan jumlah umur, jika kemarin 25 sekarang 26 tahun.. Tapi secara konten dan substansi waktu hidup kita di dunia berkurang, kalau jatahnya misalnya 60 tahun sekarang sudah 25 tahun berarti tinggal 35 tahun dan semakin hari jatah itu semakin sedikit. Jadi masih mau merayakan jatah hidup kita di dunia. hehehe


Selama hidup ini mungkin ada atau banyak cita-cita dan harapan yang tidak tercapai ketimbang terwujudkan. Itu membuktikan bahwa yang paling berkuasa di dunia Tuhan, dan Dialah sebaik-baiknya pembuat rencana. Karena Tuhan adalah pencipta yang tahu persis apa yang dibutuhkan mahluk ciptaanNya.

Maka setiap detik yang harus dilakukan manusia adalah bersyukur dan terus bersyukur dalam keadaan susah dan senang,. Sikap syukur dalam takdir dan sabara dalam proses harus dibarengi dengan rasa optimisme dan prasangka baik kepada Tuhan. Karena kehidupan ini milik Tuhan, harta, kedudukan atau anak semua itu amanah atau titipan yang wajib kita kembalikan. 
Maka di usia kepala 4 seperti saya, ambisi-ambisi kebendaaan dunia sudah mulai menipis. Persiapan menuju alam keabadian harus dipertebal. Hidup seperti air mengalir. berusaha dan yakin serta menerima apapun takdir Nya. Dan juga pendekatan diri kepada Ilahi harus lebih ofensif dan intensif seiring dengan memudarnya daya ingat, melemahnya kekuatan fisik dan mulai bersarangnya berbagai jenis penyakit. 
Barang siapa yang mencintai Tuhannya maka akan berjumpa dengan Nya. Dan siapa yang berjumpa dengan Tuhan maka dia akan bahagia di sisi Nya. Wujud dari rasa cinta adalah pertemuan dengan yang dicintai. Maka puncak dari nikmatnya orang beriman ketika sudah dibacakan kepadanya "Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.'(Sesungguhnya semua milik Alloh dan semua akan kembali kepada Nya"


Selasa, 14 Maret 2017

GUWAT Pembawa Pesan Kematian

GUWAT si pesan Kematian

Di kampungku di Solo ada pemuda lajang, namanya Guwat. Badannya kecil. Orangnya memang tidak sempurna, Bisa dibilang bocor halus (maaf ya Wat). Usianya sudah 30an, teman-teman sebaya sudah pada punya anak. Kadang anak-anak temannya yang bermain dengan Guwat yang perawakannya persis anak SMP. Tapi lama-kelamaan Guwat malas bermain dengan anak-anak tetangga karena malah suka menggodanya. Sehari-hari Guwat memilih di rumah, membantu ibunya yang jualan nasi liwet. Guwat mbantu apa saja, belanja, cuci piring, bersih-bersih. Ayah Guwat sudah meninggalkannya ketika Guwat lahir dan pergi bersama wanita lain. Guwat yang tidak seperti orang normal dipiara oleh ibunya seorang diri. 
Guwat pasrah dan nrimo saja dengan kehidupannya yang serba kekurangan, Dia tetap sholat ke masjid. Anehnya setiap dia sholat ke masjid , anjing milik Bang Pardede selalu menyelak. Memang Guwat kalau berjalan cukup cepat, kami tidak tahu apakah karena itu anjing orang Batak itu menggonggong. Yang jelas Guwat cuek saja karena anjing itu diikat dekat pagar.Nggak banyak mengeluh. Ia pun gak kesal meski sering diledekin karena keterbatasannya. 
Satu yang menonjol dari si Guwat, ia selalu hadir jika ada orang yang meninggal. Dimana pun ada orang kesripahan (berkabung) Guwat selalu hadir selama ia mendengar informasi tersebut. Biasanya sih di musola yang tidak jauh dari rumahnya jika ada berita duka diumumkan lewat corong musola. Di rumah duka Guwat membantu apa saja entah nyuci piring, ngangkat kursi, pasang tenda dan sebagainya. 
Di saat seperti itu dia nggak banyak ngomong, dan hanya kerja.kerja, kerja. Persis slogan seorang Presiden di sebuah negeri Khatulistiwa. Guwat disuruh apapun mau membantu jika ada orang meninggal. Tanpa pamrih alias tidak minta upah namun kalau dikasih uang dia terima. Uang itu pun dia simpan untuk kebutuhannya beli sabun mandi, baju dan sebagainya. Kalau makan dia masih menumpang pada Mbok nya.
Lain Guwat lain pulak dengan Hesti, Hesti juga seorang penyandang keterbatasan mental. Dia anak seorang pendeta dan suka menyanyikan lagu gereja meski kurang jelas suaranya. Tapi dia sangat pede. Dia dulu teman Guwat, karena sama-sama kurang sempurna meski beda keyakinan, Mereka simbol bhinneka tunggal ika untuk golongan khusus. Yang heran meeka berdua nyambung dan orang lain tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tertawa dan bercanda seperti orang biasa. 
Namun ternyata ada yang tidak suka keakraban mereka. Orang-orang yang pendek nalarnya dan anti perbedaan telah meracuni pikiran mereka. Guwat dan Hesti diadu domba sehingga mereka saling memusuhi bahkan sampai gelut. Akhirnya mereka sampai jothakan, Dulu dimana ada Guwat disitu ada Hesti tapi kini dimana ada Guwat , tak ada Hesti dan sebaliknya. tangan-tangan jahat dan iri telah membuat persahabatn mereka hancur. 
Anehnya ada orang-orang senang retakan hubungan mereka. Isu agama membuat Guwat dan Hesti saling memusuhi. Padahal dulu Hesti yang anak orang mampu selalu mengantar makanan ke Guwat setiap Minggu pulang dari gereja, Dan Guwat suka membantu Hesti bersih-bersih rumah jika ada kebaktian. Namun ada orang yang melarang dan membisikan kata Haram kepada Guwat jika dikasih makan Hesti ataupun jika Guwat membantu di rumah Hesti.  
Dari situlah muncul pengkaplingan, kalau ada orang islam yang meninggal, maka itu jatahnya Guwat hadir dan Hesti di rumah, nah jika ada orang non muslim itu haknya Hesti dan Guwat libur dulu. Setelah aku bekerja dan tinggal di jakarta tak lagi mengikuti kabar mereka berdua. Tapi beberapa tahun silam aku mendengar hubungan mereka masih kelam. 
Ketika Ibu sedho (meninggal) bulan Februari lalu, tiba-tiba aku ingat Guwat, Setahuku dia tak pernah absen jika ada bendera kuning (lambang orang meninggal ) di rumah. Aku heran kemana pemuda lugu itu, apalagi dia tinggal nggak jauh dari rumahku. Biasanya dia datang pagi-pagi dan ikut bersih-bersih, Tapi sampai siang diantara kerumunan orang tak kudapati pemuda berbadan kecil itu. 
Aku kaget ketika pak RT membertitahu Guwat sudah meninggal beberapa tahun silam. meninggalnya mendadak, dan ak ke rumah sakit. Ternyata saat dokter datang Guwat menderita penyakit yang sudah parah . Penyakit yang dia tahan karena dia tidak mau membebani orangtuanya yang tidak punya biaya.  Guwat di Jawa bisa diartikan Kuat, sekuat orangnya menahan penyakit di tubuhnya. 
GUWAT bagiku adalah pesan kematian. Karena setiap ada orang meninggal disitu pasti ada GUWAT. Guwat menjadi ikon atau pertanda ada orang berduka. Tapi sekarang pesan kematinan itu sudah kembali kepada Tuhan. Dan Pesan itu sudah dicabut dan tak ada lagi pesan lain yang menggantikannya. Mungkin di hanya di musola saja, pesan kematian itu terdengar, Dimana selama ini musola digunakan hanya untuk 2 hal yakni Panggilan azan dan berita kematian.

Senin, 13 Maret 2017

HATI-HATI IKUT REUNI



Reuni artinya kembali bersatu, maksudnya supaya jalinan persahabatan yang terpisah jarak dan waktu itu kembali bersatu. Baik sebagai teman sekelas, se organisasi, se bagainya. Tapi kenyataannya Reuni malah menyatukan dua mantan yang sudah tidak muda lagi. Banyak kasus CLBK lantaran Reuni :(
Apalagi sekarang teknologi begitu maju, ada medsos, WA dan sebagainya yang bisa mempersatukan teman yang telah tercerai-berai. Syahdan grup-grup alumni pun terbentuk.
Nah yang bahaya adalah jika sudah menyenggol kenangan asmara. kata orang pernah sehati. Daya ingat akan mengorek-orek masa lalu bersama si dia.... duluuuuu..
Meski sekarang sudah sama-sama berumah tangga. Tapi yang namanya cinta gak bisa dihilangkan dari hati. Karena mau dibuang kemana pun bekasnya tetap saja ada.
Apalagi kini marak pertemuan reuni. Nah sebaiknya yang sedang bermasalah dalam rumah tangga dan ingin reuni dimana disana ada si mantan mohon urungkan dulu, kalau bisa ajak pasangan anda ke sana.
Pada dasarnya orang akan mencari kekurangan dirinya di orang lain. Dan rumput tetangga tidak selalu hijau. Jadi jangan paksakan diri ikut reuni jika disitu ada mantan atau yang pernah bertepuk sebelah tangan,.

https://www.youtube.com/watch?v=d-Ub3Sntyns

Kamis, 09 Maret 2017

(Stand Up Religi 10 Maret 2017) Kebahagiaan itu hanya di Hati yang Tenang

(Stand Up Religi 10 Maret 2017)
Kebahagiaan itu hanya di Hati yang Tenang.



Saudaraku, banyak orang yang ingin mencari kebahagiaan dengan pergi wisata, ke Bali, ke Eropa, ke Arab dan sebagainya. Katanya untuk refreshing atau istirahat/ liburan atau bersenang-senang, Namun apa yang terjadi setelah pulang dari berlibur, bukannya senang malah badan capek-capek, uang habis dan perasaan nggak karu-karuan (baca ; sumpek)

Saudaraku, banyak orang kaya tapi hdupnya tidak bahagia. Banyak orang hebat tapi hidupnya merana. Banyak orang populer yang malah ujungnya bunuh diri. Banyak pejabat tinggi yang akhirnya dijebloskan ke jeruji besi.
kita begitu memanjakan fsik kita dengan baju yang arnded, makan yang wah, mobil yang mewah, rumah yang megah. Tapi kita membiarkan ruh kia kosong, hati kita merana dan pikiran kita kemana-mana.

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Jadi sumber dari kebahagiaan itu ada di hati. sementara tempat rekreasi itu hanya menjanjikan kesenangan duniawi untuk jasmani. Sumber kebahagiaan itu ada di hati yang bersiih, hati yang selalu mengingat Alloh, hati yang selalu bersyukur, hati yang sabar, hati yang ikhlas, hati yang lapang dan mau memaafkan, hati yang tenang dan mampu mengelola pikiran dan hawa nafsu.
Kebahagiaan tidak akan dijumpai pada hati yang penuh iri dan dengki, hati yang tak pandai bersyukur, hati yang tak iklhas, hati yang penuh kebencian, suuzhon, fitnah, nyinyir, provokatif an memperturutkan hawa nafsu.

Jadi kebahagiaan itu bukan pergi ke tempat hebat di dunia, atau bolak- balik ke tanah suci, atau mengikuti kelas-kelas motivasi. Tapi kebahagiaan itu ada di hatiku, hati yang tenang,


Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30

Senin, 06 Maret 2017

GENGSI

Hidup sederhana tanpa cicilan kredit ribawi itu nikmat sekali. Karena riba adalah dosa yang sangat besar, maka siapa yang masih melakukan praktek riba, akan dicabut keberkahan rezekinya dan akan dihapus ketenangan dalam hatinya. 
Sebenarnya rezeki Alloh itu sudah cukup untuk hidup (baca makan), tapi manusia adalah sarang hawa nafsu, maka segala macam pun diambil meski keuangan tidak ada. akhirnya kredit sana - sini dan setiap bulan pemasukan habis untuk membayar kredit.
Anehnya kebanyakan orang menurutkan nafsu bukan karena kebutuhan, tapi karena gengsi. Padahal gengsi adalah penyakit hati yang membuat hati tertekan, dunia sempit dan sulit bersyukur. Gengsi itu mahal dan banyak orang jatuh miskin karenanya.
Gengsi termasuk penyakit hati yang berbahaya, karena mengantarkan seseorang pada sifat cinta dunia. Gengsi muncul karena hati sudah terpaut dan jatuh cinta pada dunia. Orang yang memiliki sifat gengsi biasanya menjadikan dunia sebagai tolak ukur kemuliaan. Padahal apalah artinya mengejar kemuliaan di hadapan manusia jika di hadapan Allah hanyalah kesia-siaan?
Ingatlah pesan Rasulullah Saw., “Demi Alloh, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)