Selasa, 14 Maret 2017

GUWAT Pembawa Pesan Kematian

GUWAT si pesan Kematian

Di kampungku di Solo ada pemuda lajang, namanya Guwat. Badannya kecil. Orangnya memang tidak sempurna, Bisa dibilang bocor halus (maaf ya Wat). Usianya sudah 30an, teman-teman sebaya sudah pada punya anak. Kadang anak-anak temannya yang bermain dengan Guwat yang perawakannya persis anak SMP. Tapi lama-kelamaan Guwat malas bermain dengan anak-anak tetangga karena malah suka menggodanya. Sehari-hari Guwat memilih di rumah, membantu ibunya yang jualan nasi liwet. Guwat mbantu apa saja, belanja, cuci piring, bersih-bersih. Ayah Guwat sudah meninggalkannya ketika Guwat lahir dan pergi bersama wanita lain. Guwat yang tidak seperti orang normal dipiara oleh ibunya seorang diri. 
Guwat pasrah dan nrimo saja dengan kehidupannya yang serba kekurangan, Dia tetap sholat ke masjid. Anehnya setiap dia sholat ke masjid , anjing milik Bang Pardede selalu menyelak. Memang Guwat kalau berjalan cukup cepat, kami tidak tahu apakah karena itu anjing orang Batak itu menggonggong. Yang jelas Guwat cuek saja karena anjing itu diikat dekat pagar.Nggak banyak mengeluh. Ia pun gak kesal meski sering diledekin karena keterbatasannya. 
Satu yang menonjol dari si Guwat, ia selalu hadir jika ada orang yang meninggal. Dimana pun ada orang kesripahan (berkabung) Guwat selalu hadir selama ia mendengar informasi tersebut. Biasanya sih di musola yang tidak jauh dari rumahnya jika ada berita duka diumumkan lewat corong musola. Di rumah duka Guwat membantu apa saja entah nyuci piring, ngangkat kursi, pasang tenda dan sebagainya. 
Di saat seperti itu dia nggak banyak ngomong, dan hanya kerja.kerja, kerja. Persis slogan seorang Presiden di sebuah negeri Khatulistiwa. Guwat disuruh apapun mau membantu jika ada orang meninggal. Tanpa pamrih alias tidak minta upah namun kalau dikasih uang dia terima. Uang itu pun dia simpan untuk kebutuhannya beli sabun mandi, baju dan sebagainya. Kalau makan dia masih menumpang pada Mbok nya.
Lain Guwat lain pulak dengan Hesti, Hesti juga seorang penyandang keterbatasan mental. Dia anak seorang pendeta dan suka menyanyikan lagu gereja meski kurang jelas suaranya. Tapi dia sangat pede. Dia dulu teman Guwat, karena sama-sama kurang sempurna meski beda keyakinan, Mereka simbol bhinneka tunggal ika untuk golongan khusus. Yang heran meeka berdua nyambung dan orang lain tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tertawa dan bercanda seperti orang biasa. 
Namun ternyata ada yang tidak suka keakraban mereka. Orang-orang yang pendek nalarnya dan anti perbedaan telah meracuni pikiran mereka. Guwat dan Hesti diadu domba sehingga mereka saling memusuhi bahkan sampai gelut. Akhirnya mereka sampai jothakan, Dulu dimana ada Guwat disitu ada Hesti tapi kini dimana ada Guwat , tak ada Hesti dan sebaliknya. tangan-tangan jahat dan iri telah membuat persahabatn mereka hancur. 
Anehnya ada orang-orang senang retakan hubungan mereka. Isu agama membuat Guwat dan Hesti saling memusuhi. Padahal dulu Hesti yang anak orang mampu selalu mengantar makanan ke Guwat setiap Minggu pulang dari gereja, Dan Guwat suka membantu Hesti bersih-bersih rumah jika ada kebaktian. Namun ada orang yang melarang dan membisikan kata Haram kepada Guwat jika dikasih makan Hesti ataupun jika Guwat membantu di rumah Hesti.  
Dari situlah muncul pengkaplingan, kalau ada orang islam yang meninggal, maka itu jatahnya Guwat hadir dan Hesti di rumah, nah jika ada orang non muslim itu haknya Hesti dan Guwat libur dulu. Setelah aku bekerja dan tinggal di jakarta tak lagi mengikuti kabar mereka berdua. Tapi beberapa tahun silam aku mendengar hubungan mereka masih kelam. 
Ketika Ibu sedho (meninggal) bulan Februari lalu, tiba-tiba aku ingat Guwat, Setahuku dia tak pernah absen jika ada bendera kuning (lambang orang meninggal ) di rumah. Aku heran kemana pemuda lugu itu, apalagi dia tinggal nggak jauh dari rumahku. Biasanya dia datang pagi-pagi dan ikut bersih-bersih, Tapi sampai siang diantara kerumunan orang tak kudapati pemuda berbadan kecil itu. 
Aku kaget ketika pak RT membertitahu Guwat sudah meninggal beberapa tahun silam. meninggalnya mendadak, dan ak ke rumah sakit. Ternyata saat dokter datang Guwat menderita penyakit yang sudah parah . Penyakit yang dia tahan karena dia tidak mau membebani orangtuanya yang tidak punya biaya.  Guwat di Jawa bisa diartikan Kuat, sekuat orangnya menahan penyakit di tubuhnya. 
GUWAT bagiku adalah pesan kematian. Karena setiap ada orang meninggal disitu pasti ada GUWAT. Guwat menjadi ikon atau pertanda ada orang berduka. Tapi sekarang pesan kematinan itu sudah kembali kepada Tuhan. Dan Pesan itu sudah dicabut dan tak ada lagi pesan lain yang menggantikannya. Mungkin di hanya di musola saja, pesan kematian itu terdengar, Dimana selama ini musola digunakan hanya untuk 2 hal yakni Panggilan azan dan berita kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar